Makna Tajin Sappar di Bulan Safar
- NU Online Jatim
Jatim – Bangsa Indonesia adalah bangsa yang penuh dengan tradisi. Sehingga sejak dulu masyarakat sudah mengenal tradisi selamatan. Baik selamatan untuk keselamatan di bulan tertentu, hari tertentu atau di tempat tertentu. Budaya selamatan ini dimaknai sebagai sarana berdoa dan silaturahmi antartetangga. Selain itu, masyarakat melestarikan selamatan setiap memiliki barang baru, semisal sepeda motor, mobil atau pun rumah. Mereka melakukan itu agar apa yang mereka miliki menjadi berkah dan manfaat.
Bulan Safar telah datang. Masyarakat Indonesia, masyarakat Madura khususnya, mengenal yang namanya tradisi Tajin Sappar. Tajin Sappar dibuat pada bulan Safar. Tajin ini berwarna merah atau coklat muda dan warna putih di tengah dengan bertabur bubur padat seukuran kelereng. Bubur ini terbuat dari tepung, gula merah cair dan santan. Tidak ditemukan sejarah yang otentik tentang siapa yang pertama mencetuskan tradisi ini. Akan tetapi menurut beberapa catatan bahwa tradisi ini dicetuskan oleh Sunan Kali Jaga.
Tradisi ini berlangsung sejak lama dan sampai sekarang masih ada orang yang melaksanakannya, terutama di pedesaan. Tajin Sappar bertujuan untuk memohon keselamatan kepada Allah SWT serta meningkatkan nilai sosial di dalamnya, yaitu silaturahmi.
Itu selaras dengan Alquran Q.S. Muhammad ayat 22-23, Allah berfirman yang artinya: Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; lalu dibuat tuli (pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya.
Redaksi ayat di atas sangat jelas bahwa Allah mengutuk orang yang memutus hubungan silaturahmi. Orang terdahulu dalam berdakwah tidak semerta-merta memberikan ceramah, akan tetap membuat tradisi sederhana, semacam tradisi Tajin Sappar, agar mereka dapat berinteraksi satu sama lain. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, kemudian dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya terhadap ayat tersebut:
“Orang-orang yang penyayang, Allah yang maha Rahman akan menyayangi mereka. Maka, Berkasih sayanglah kalian terhadap penduduk bumi, maka semua penduduk langit akan mengasihi kalian. Adapun lafadz Rahim merupakan bagian dahan-dahan yang rindang dari nama Allah (Ar-rahman). Barang siapa yang menyambung silaturahmi, maka aku akan menyambungkannya. Dan barang saiapa yang memutus silaturahmi, maka aku akan memutusnya (rahman).” (Ibnu Katsir. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim. Kairo. Maktabah Aulad al-Syeikh li al-Turath. 2000. Juz 13, hlm 76)
Tradisi ini sangat khas pedesaan. Misalnya ketika bulan Safar datang, orang-orang saling ater-ater (saling mengantar) tajin, atau ada yang membuatnya secara berkelompok. Tradisi ini tidak bersifat wajib. Sehingga ada tetangga yang tidak membuatnya dengan alasan tertentu. Akan tetapi, orang yang tidak mendapatkannya akan mendapat Tajin Sappar dari tetangganya.
Makna dari tradisi ini, selain silaturrahmi, mereka bisa bersedakah tanpa mengeluarkan uang yang banyak serta mengajarkan kesederhanaan di dalamnya. Yang miskin dan kaya tidak berbeda dalam membuat Tajin Sappar. Tetapi dengan biaya dan bentuk yang sama.
Tajin Sappar mempunyai makna filosofi yang sangat tinggi. Diambil dari beberapa catatan tentang tradisi ini bahwa warna merah pada bubur melambangkan warna darah seorang Ibu, yang di dalamnya terdapat bentuk bubur padat seperti kelereng yang melambangkan bibit embrio. Sedangkan warna putih di tengah melambangkan air mani dari Ayah. Secara garis besar, Tajin Sappar mengingatkan kepada seseorang terhadap asal-muasal manusia, agar tidak sombong dan selalu mengasihi kepada sesama manusia, umumnya penduduk bumi sebagai sesama makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
Maka Tradisi Sappar ini sukses mengimplementasikan hadis di atas tentang perintah berkasih sayang yang mana barang siapa yang mengasihi penduduk bumi maka seluruh penduduk langit akan mengasihi mereka. Semoga dengan adanya tradisi Tajin Sappar ini, seluruh penduduk langit mengasihi umat muslim.
Wallahu A’lam.
Penulis: Ahmad Fatoni, Alumnus Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Jawa Tengah.