Kupatan Durenan Trenggalek Sudah Ada Sejak 2,5 Abad Silam

Keturun kelima dari Mbah Mesir, Gus Izudin.
Sumber :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Gus Izudin menambakan bahwa kupatan pada zaman Mbah Mesir, situasi Durenan masih sepi. Tujua bersilaturahmi dan menyediakan ketupat hanya di Mbah Mesir. Usai meninggal, diteruskan oleh sang putra yaitu Kiai Mahyin.

Sementara Kiai Mahyin memilki putra yang juga dilanjutkan oleh Kiai Muin, Kiai Muh Kedungbajul serta Haji Kabil. Tiga tokoh ini yang menjadi pusat jujugan warga Durenan dan sekitarnya saat Hari Raya Ketupat H+7.

"Itu sekitar tahun 1975 sampai 1980an masih fokus disitu, setelah beliau-beliau wafat dteruskan oleh ketupat mulai menyebar mulai memasyarakat di desa-desa. Sampai 2000 sudah menyebar di di kecamatan sampai kabupaten yang diteruskan Kiai Fattah Muin," terangnya.

Gus muda yang pernah mengabdi di Pondok Zainul Hasan Genggong ini mengaku bahwa tidak bisa Kupatan di Durenan terus disaingi oleh daerah lain oleh orang-orang yang ikuit merayakan.

Hal ini lantaran tidak keluar dari pendiri kupatan di Durenan. Karena alasan murni berangkat dari silaturrahmi, silaturahmi kiai dan santri maupun masayarakat ke kiai.

Menurut Gus Izudin pembeda dengan daerah lain karena latar belakang dari ketulusan. Hubungan antara masyarakat dengan sang kiai, santri dan kiai. Maka niat silaturrahmi ini yang akan tetap menjadi pegangan.

"Sebuah tradisi kalau berangkat dari sebuah ketulusan, karena lillahi taala tidak akan terusik dengan perkembangan zaman yang berjalan," imbuhnya.