Kisah Inspiratif Maya, Sukses Kembangkan Pertanian Organik di Mojokerto

Maya Stolastika Boleng
Sumber :
  • Istimewa

Mojokerto, VIVA Jatim – Indonesia adalah negara agraris. Di dalamnya terbentang luas lahan perkembunan dan pertanian yang menjadi kekayaan sumber daya alam (SDA). Di sektor maritim juga demikian, lautnya yang terhampar luas juga menyimpan jenis biota laut yang melimpa-ruah. 

Namun kondisi tersebut terlihat jomplang dengan kondisi masyarakatnya. Luasnya lahan pertanian dan perkembunan tidak berbanding lurus dengan kiprah masyarakatnya di bidang pertanian. Dari tahun ke tahun petani di Indonesia terus menurun jumlahnya. 

Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat ada 38,7 juta penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Faktanya, berdasarkan hasil survei yang dikutip dari sejumlah sumber, anak muda khususnya generasi Z makin tidak tertarik dengan sektor pertanian. Hanya ada 6 dari 10 generasi Z yang berusia 15-26 tahun yang ingin bekerja di sektor pertanian. Kondisi ini pun diperparah dengan merosotnya luas lahan pertanian. 

BPS juga mencatat 15,89 juta petani hanya memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 hektare. 4,34 juta petani seluas 0,5 hingga 0,99 hektar. 3,8 juta petani berkisar dari 1 hingga 1,99 hektare. Petani dengan luas lahan di kisaran 2-2,99 hektare hanya 1,5 juta jiwa. Di atas luas itu, jumlah petaninya tidak sampai 1 juta jiwa.

Dalam kurun waktu 10 tahun, terjadi pemerosotan yang signifikan di bidang luas lahan pertanian. Pada 2009, luas bahan baku sawah nasional sebesar 8,07 juta hektare. Sementara pada tahun 2019, terjadi penyusutan hingga di angka 7,46 juta hektare lahan pertanian.

Di tengah kemelut persoalan itu, muncul lentera penerang yang memberi secercah harapan untuk mewujudkan kemajuan di sektor pertanian. Ia adalah Maya Stolastika Boleng, sang pemilik Twelve’s Organic di Desa Claket dan Desa Mligu, Pacet, Mojokerto, Jawa Timur. 

Perempuan yang lahir di Flores Timur itu memulai kiprahnya di bidang pertanian organik secara tidak sengaja pada tahun 2007 saat masih menjadi mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Negeri Surabaya. Mulanya, Maya bersama rekan-rekannya pergi ke Bali untuk ikut kelas Yoga. Namun di sana sang pemilik kelas Yoga memiliki lahan pertanian organik seluas 14 hektare. 

”Di situ pertama kali saya menikmati jus wortel yang segar dan tidak ada bau sayur sama sekali. Saya yang smeula tidak suka sayur, jadi penasaran kenapa bisa seenak itu beda dengan yang pernah saya coba,” ungkap Maya bercerita, Jumat, 2 November 2024. 

Sejak saat itu perempuan 29 tahun ini mulai berkenalan dengan konsep bertanam dengan cara organik. Bahkan pemakaian kimia sintetis sangat dibatasi bahkan dieliminasi mulai dari menghasilkan produk sampai ke tangan konsumen. 

Kesempatan yang hanya sesaat itu rupanya membekas di hati Maya. Saat kembali ke Surabaya, ia bersama temannya mulai berpikir untuk mengelola kebun organik sendiri. Sesuatu yang baru dalam hidupnya itu dimulai sejak tahun 2008. 

”Uang dari hasil mengajar les Bahasa Inggris, jualan pulsa gosok dan cemilan sejumlah Rp500 ribu kemudian dijadikan modal untuk sewa lahan seluas 5 ribu meter persegi di Claket. Kami beri nama Kembang Organic Farm karena berlima perempuan semua,” tambahnya.

Lahan tersebut di sewa selama satu tahun. Di situ Maya mulai membeli pupuk, benih sawi hingga dikenalkan dengan para petani di Claket. Hingga semangatnya untuk bertani terus tumbuh dari waktu ke waktu meski tidak dibarengi dengan pengetahuan yang mumpuni. 

Hasil bercocok tanam itu dievaluasi untuk kemudian diperbaiki di tahap berikutnya. Hingga ia sukses menjadi supplier sayur organik di 7 supermarket besar di Surabaya. Di titik itu ia sudah memiliki laham pertanian seluas 2.500 m2.

Setiap perjuangan tentu tidaklah mudah. Berbagai tantangan dan cobaan bertubi-tubi dihadapi Maya dan rekannya. Mulai dari stigma negatif tentang profesi petani hingga ada orang yang sengaja meracuni tanamannya. Namun meski begitu, Maya tetap bertahan dan terus belajar dari kegagalan tersebut. 

Pantang pulang sebelum menang, itulah penggalan kata yang menjadi pegangan Maya dan rekannya. Hingga jatuh bangun bisnis pertanian organik yang digelutinya membuahkan hasil. Maya akhirnya meraih penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award 2019. Sebelumnya ia juga dinobatkan sebagai Duta Petani Muda Pilihan Oxfam Indonesia tahun 2016. 

Salah satu yang menjadi rahasia sukses Maya adalah tidak mengikuti hukum Supply and Demand. Hal ini menjadi masalah pertanian di Indonesia, Dimana hasil panen yang melimpah tidak terserap seluruhnya di konsumen. Ia menilai banyak petani yang terlalu menuruti keinginan konsumen tanpa mempertimbangkan faktor alam yang tak bisa dilawan.

Yang tak kalah penting dari soal bisnis adalah sistem pertanian organik yang diterapkan. Menurut Maya, pertanian organik sangat menjaga Kesehatan tanah. Selain itu juga mampu menyeimbangkan ekosistem dan memberi dampak kesehatan baik untuk konsumen. 

”Sebab saya percaya dan yakin bahwa pertanian organic adalah masa depan pertanian,” tandasnya.