Peduli Pendidikan Anak Kurang Mampu, Farid Inisiasi Sayur untuk Sekolah
- Istimewa
Banyuwangi, VIVA Jatim – Pendidikan adalah kunci utama dalam memajukan suatu bangsa. Peranannya tidak hanya penting dalam menambah ilmu pengetahuan, lebih dari itu, karakter dan skill juga diasah demi mencetak generasi unggul yang berkualitas.
Namun realitas yang terjadi selalu tidak berbanding lurus dengan cita-cita luhur para pendiri bangsa ini. Keterbatasan ekonomi terkadang menjadi penghalang bagi sebagian orang untuk bisa mengakses pendidikan yang layak. Bagi kalangan keluarga kurang mampu, hal ini menjadi tantangan yang tak mudah.
Di tengah kondisi pilu ini, Muhammad Farid muncul sebagai penolong. Layaknya lentera yang datang membasmi kegelapan. Pria kelahiran 19 April 1979 ini mengabdikan hidupnya untuk kemajuan Pendidikan di Bumi Pertiwi. Memberikan akses pendidikan yang layak bagi kalangan keluarga kurang mampu tanpa ada pembatas apapun.
Atas keprihatinannya pada anak-anak yang putus sekolah karena biaya, Farid mendirikan sekolah berbasis alam pada 6 Januari 2005 silam. Kala itu, Farid masih di usia muda, masih berumur 29 tahun. Namun kepeduliannya terhadap pendidikan anak kurang mampu telah memberikan kontribusi yang cukup besar.
Sesuai cita-cita luhurnya, sekolah alam yang didirikan Farid itu mayoritas menampung para siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Ia hanya menggunakan seikat sayur-mayur untuk biaya sekolah. Bahkan menggratiskan bagi mereka yang benar-benar tidak mampu secara finansial.
Dikisahkan Farid, mulanya, ia mendirikan sekolah alam itu, selain atas keprihatinannya dengan kondisi pendidikan anak kurang mampu, juga untuk kepentingan penelitian tesis strata 2 Manajemen Pendidikan. Ia fokus pada garapan sekolah dengan konsep alam.
Semesta pun mendukung, seorang pemilik kebun kafe mengizinkan Farid untuk mengelola lahan seluas 4000 meter persegi dan dijadikan tempat sekolah berbasis alam itu. Lokasinya tepat berada di atas bukit Desa Kopen, Kecamatan Genteng, Banyuwangi. Dari situ, sekolah alam terus berkembang maju hingga saat ini.
Proses yang dilalui Farid tidaklah mudah, butuh perjuangan, pengorbanan dan waktu yang panjang. Saat baru merintis, ia harus pergi ke pasar-pasar untuk mencari anak-anak yang putus sekolah. Fasilitas yang disediakan juga hanya sebuah aula, langgar atau musalla kecil serta satu sanggar. Konsep bangunan itu memang dimaksudkan agar ruang gerak para siswanya tidak terbatas.
Hanya dari seikat sayur, Farid setiap hari mampu menghidupkan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan. Ia memperbolehkan para orang tua siswanya membayar biaya sekolah hanya dengan sayur-mayur. Tenaga pendidik di sekolah alam itu pun juga dibayar dengan sayuran. Bagi Farid, setiap anak wajib mendapatkan akses Pendidikan, tidak boleh dibedakan antara yang mampu dan yang kurang mampu.
Selain keunakan bayar sekolah pakai sayur dan bahkan gratis, Farid juga tidak menekankan siswanya harus mengenakan seragam setiap hari. Ia sengaja menyuruh siswanya berpakaian bebas dan bahkan tidak harus bersepatu bagi mereka yang tidak punya. Seragam hanya diwajibkan dua hari dalam seminggu, yakni hari Senin dan Selasa.
Waktu demi waktu terus bergulir, sekolah alam yang dirintis Farid terus mengalami kemajuan. Hingga saat ini sekolah itu bernama SMP Alam Banyuwangi Islamic School (BIS) yang dipimpin langsung oleh Farid sebagai Kepala Sekolah. Berkat kegigihan dan komitmennya, kini sekolah alam itu telah mengantongi akreditasi B.
Secara manajemen sistem yang diterapkan, SMP Alam BIS ini sedikit berbeda dari sekolah pada umumnya. Sekolah ini menerapkan kurikulum gabungan modern dan pondok pesantren salaf. Selain diajari menguasai mata pelajaran umum, para siswa juga digodog ilmu-ilmu agama. Seperti Bahasa Arab, Tahfidz al-Qur’an, Bahasa Inggris, Jepang dan Mandarin.
Bahasa Inggris menjadi bahasa sehari-hari di sekolah ini. Sebab Farid sengaja menerapkan kurikulum kreatif karena kurang cocok dengan metode sekolah umum yang dinilai usang. Sebab baginya ini adalah sekolah kehidupan.
Kendati demikian, perihal pembelajaran, Farid tetap berpedoman kepada standarisasi yang diberlakukan oleh pihak berwenang, dalam hal ini Dinas Pendidikan. Sebagai sekolah alam, ia membebaskan para siswanya untuk berekspresi dan belajar dimana saja tanpa terikat.
Selian diasah dari aspek kelimuan dan pengetahuannya, para siswa juga dilatih memiliki kecakapan emosional dan spirual yang baik. Setiap siswa wajib mengukuti tiga jenis camp, yakni English Camp, Tahfidz Camp, dan Kitab Kuning Camp. Selain itu para siswa juga dibiasakan menjalani ibadah sehari-hari dengan baik dan benar. Seperti shalat berjama’ah, tahajjud dan dhuha setiap harinya.
Kontribusi besar Farid ini pun mengantarkan dirinya meraih penghargaan dari Apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) indonesia Award pada tahun 2010 silam di bidang pendidikan. Kisah hidup Farid yang inspiratif ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, bahwa pendidikan adalah kewajiban bagi setiap orang, tidak melihat apakah mereka mampu atau tidak.