Sejarah Tombak Kiai Upas dari Kerajaan Mataram (I)

Tombak Kiai Upas di Tulungagung
Sumber :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Tulungagung, VIVA JatimKerajaan-kerajaan di Nusantara memiliki beragam cerita sejarah, tidak sedikit hingga sekarang dijadikan benda pusaka keramat dan bersejarah. Di Tulungagung terdapat sebuah Tombak bernama Kiai Upas yang menjadi salah satu perangkai sejarah berdirinya daerah ini.

Tombak Kiai Upas setiap tahun dilakukan jamasan, tepat atau atas tanggal 10 Muharram. Benda pusaka yang memanjang ini berasal dari Kerajaan Mataram. Awalnya salah satu puanggawa Kerajaan Kediri melarikan ke beberapa penjuru daerah pada tahun 1200an Masehi.

Salah satunya Ki Wonoboyo ke barat menuju arah Kerajaan Mataram Islam. Disana ia babat alas (mendirikan sebuah padepokan) yang kemudian menjadi sebuah perkampungan masuk wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram. Alhasil lambat laun penduduk semakin bertambah banyak.

"Suatu ketika daerah yang didiami Ki Wanabaya mengadakan bersih desa kalau sekarang. Dan yang ikut gotong royong mempersiapkan perempuan, lupa tidak membawa peralatan pisau dan sebagainya," ungkap Winarto kepada awak media, Sabtu, 29 Juli 2023.

Lantas, perempuan itu meminta izin untuk meminjam ke Ki Wanabaya. Berhubung yang ia pinjam merupakan sebuah pusaka, Ki Wanabaya awalnya menyangsikan pusaka kok digunakan sebagai peralatan memasak.

Namun, Ki Wanabaya memperbolehkan meminjam pusaka tersebut dengan sebuah syarat. Bisa digunakan untuk membersihkan bawang merah, bawang putih dan lain-lain. Namunn, setelah digunakan untuk tidak ditaruh di atas paha.

Perempuan yang masih perawan itu, menurut Winarto sesuai sejarahnya lupa setelah rampung menggunakan, berbincang-bincang sesama perempuan lain khas emak-emak dan meletakkannya di atas paha.

"Ia mencari kok tidak ada pusaka tersebut. Akhirnya perawan itu menjadi hamil, setelah bersih desa selesai, Ki Wanabaya malu dan merasa berdosa. Perempuan hamil gara-gara pusaka yang ia pinjami," terang Winarto.

Ki Wanabaya yang malu akhirnya bertapa di Gunung Merapi. Bulan berganti bulan, sosok anak yang dikandung tersebut lahir di dunia dengan wujud seekor ular. Bertambah dewasa, bertanya kepada ibunya keberadaan sang ayah. Sang ibu memberi tahu jika ayahnya sedang bertapa di Gunung Semeru.

"Kalau ingin mencari kesana berangkatlah. Setelah bertemu di sana, mengaku kalau ia adalah anaknya. Ki Wanabaya menjawab saya terima. Tetapi ada syaratnya kamu harus bisa melingkari Gunung Merapi," paparnya.

Benar saja, anak yang berwujud ular melingkari Gunung Merapi, namun tinggal satu ukuran 5 jari tangan untuk bisa bersambung. Ia meminta izin menambah kekurangan dengan lidah. Ternyata benar, ular tersebut berhasil melingkar utuh. 

Ki Wanabaya memotong lidah ular hingga berubah wujud menjadi Pusaka Lidah Baru Klinting Kiai Upas. Sementara badan ular menjauh ke arah pantai selatan, Ki Wanabaya ikut lari mengejar hingga pantai selatan dan berubah wujud menjadi sebuah kayu.

"Kayu tersebut digunakan untuk landean Kiai Upas Baru Klinting," kata Winarto.