Mengenal Masa Kecil Habib Umar hingga Jadi Ulama Karismatik

Habib Umar bin Hafidz, ulama kharismatik dari Tarim, Yaman
Sumber :
  • Istimewa

Jatim – Seorang ulama kharismatik dari Tarim, Yaman, Habib Umar bin Hafidz merupakan sosok panutan umat Islam dunia. Kedatangannya ke Indonesia dalam rangka Rihlah Dakwah pada Agustus 2023 ini disambut antusias oleh masyarakat.

Dilansir dari Wikipedia, Rabu, 23 Agustus 2023, Viva Jatim mencoba merangkum sekilas perjalanan hidup Habib Umar bin Hafidz dari masa kecil hingga menjadi ulama kharismatik.

Pria bernama lengkap Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz lahir pada hari Senin, 27 Mei 1963 M atau 4 Muharram 1383. Ia merupakan pimpinan lembaga pendidikan Islam Dar-al Musthafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun di bawah manajemennya.

Habib Umar mampu menghafal Al-Qur'an sejak kecil dan juga menghafal berbagai teks inti dalam fikih, hadits, bahasa Arab dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan. Itulah yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang beraliran sama dengan banyak ulama-ulama tradisional. seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim.

Ia juga mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya, Muhammad bin Salim, yang darinya ia semakin mendalami dakwah dan bimbingan atau tuntunan keagamaan.

Momen tragis terjadi ketika Habib Umar sedang menemani ayahnya salat Jumat. Ayahnya diketahui diculik oleh golongan komunis dan ia sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya. Sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi.

Kejadian inilah yang kemudian menyebabkan Habib Umar menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang dakwah harus dilanjutkan. Sejak saat itu pula, ia mulai mengumpulkan orang-orang dan membentuk majelis-majelis dakwah.

Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di masjid-masjid setempat yang di sana ia ditawarkan berbagai kesempatan untuk menghafal Al-Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional.

Karena kepandaiannya dalam menghafal kitab suci, Habib Umar kemudian dikirim ke kota Al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara agar ia bisa memperdalam ilmunya dengan baik.

Kehidupan baru Umar di Kota Al Bayda dimulai. Ia masuk sekolah Ribat di al-Bayda’ dan belajar ilmu-ilmu tradisional di bawah bimbingan ahli dari Muhammad bin ‘Abd-Allah al-Haddar dan juga di bawah bimbingan ulama mazhab Syafi‘i Zain bin Sumait. Tak lama kemudian, ia ditunjuk sebagai guru. Ia juga terus melanjutkan dakwahnya.

Tempat dakwahnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa di sekitarnya. Ia mendirikan kelas-kelas dan majelis, memulai pengajaran kepada banyak orang.

Kegigihannya mulai menunjukkan hasil, banyak pemuda yang tertarik terhadap dakwahnya, terutama para pemuda yang sebelumnya tidak pernah mendapatkan pengajaran seperti ini. Banyak dari mereka yang hidup dengan indentitas baru sebagai orang muslim, mengenakan serban/selendang Islam dan menebalkan iman.

Kepopuleran dan ketenaran yang didapat oleh Habib Umar tidak lantas mengurangi usaha pengajarannya. Bahkan sebaliknya, ini memperkuat tujuan utamanya. Sebagai tokoh spiritual, ia selalu menekankan doktrin iman terhadap orang-orang yang berada di dekatnya. Kedekatannya dengan pengikut-pengikutnya membuat namanya semakin populer hingga ke berbagai belahan dunia lainnya.

Kepulangannya ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan mendasar dari tahun-tahun yang dia habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamais orang-orang di sekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta melarang yang salah.

Pada tahun 1993 M atau sekitar 1414 H, al-Habib Umar mengabadikan ajaran-ajarannya dengan membangun Dar-al Musthafa atau Pondok Pesantren Darul Musthafa.

Dalam waktu yang dapat dikatakan demikian singkat, penduduk Tarim akan menyaksikan berkumpulnya pada murid dari berbagai daerah yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan ketika masih dikuasai para pembangkang komunis.

Murid-murid dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat dan Kanada, juga negara-negara Arab lain dan negara bagian di Arab akan diawasi secara langsung oleh al-Habib Umar.

Kiprah Internasional Habib Umar 

Pada tanggal 22 Februari sampai dengan 2 Maret 2003 (26-29 Dzul Hijjah 1423 H) di Dar-al Musthafa, Tarim dia merintis upaya persatuan dalam aktivitas dakwah, dengan mengadakan multaqa ulama atau simposium yang dalam pertemuan itu dihadiri oleh berbagai ulama dari belahan dunia, dan kemudian berlanjut pada pertemuan berikutnya di berbagai penjuru dunia dalam skala lokal maupun internasional.

Habib Umar termasuk sebagai salah seorang penandatangan dari dua dokumen internasional yang berpengaruh, yaitu Risalah Amman pada tahun 2005, pada urutan tandatangan nomor 549, dan A Common Word (bahasa Inggris: A Common Word Between Us and You) pada tahun 2007 dalam urutan tandatangan nomor 42, yang keduanya ditandatangani oleh tokoh-tokoh muslim dunia, termasuk di antaranya beberapa pemimpin muslim Indonesia.

Di Indonesia, Habib Umar mendeklarasi berdirinya Majelis Al-Muwasholah Bayna Ulama Al Muslimin atau Forum Silaturrahmi Antar Ulama pada tahun 1327 H / 2007 M.

Tahun 2009, New York Times menampilkan al-Habib Umar dan Darul Musthafa dalam salah satu pemberitaannya.

Al-Habib Umar bin Hafizh termasuk salah satu dari 50 Urutan teratas dari The Muslim 500: The Wordl's 500 Most Influential Muslims (bahasa Inggris: The 500 Most Influental Muslims), yang diterbitkan oleh Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University (bahasa Inggris: Georgetown University), Amerika Serikat, yang dipimpin oleh sarjana studi Islam ternama John Esposito.