Merasakan Asyiknya Backpackeran ke Lombok dengan Kapal Mewah (2)

Suasana di Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Sumber :
  • Nur Faishal/Viva Jatim

Lombok, VIVA Jatim – Sabtu, 16 September 2023, kapal melepas tali sekira pukul 18.00 WIB. Jalur kapal ialah alur utara Madura. Dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kapal melintasi Perairan Karang Jamuang, lalu berbelok ke timur melayari sisi utara Pulau Madura, kemudian berbelok ke selatan menuju Perairan Bali, lalu ke Lombok.

Sekira 18 jam kapal yang kami tumpangi mengarungi laut. Kami tiba di Pelabuhan Gili Mas di Kecamatan Lembar, Lombok Barat, pada Minggu, 17 September 2023, sekira pukul 12.00 Waktu Indonesia Timur (WIT). Dari sana kami langsung menuju Pantai Tanjung Aan, menikmati kelapa muda dan gorengan, juga menyaksikan bule-bule berjemur dan bermain air.

Tanjung Aan berada di kawasan Mandalika. Selain Tanjung Aan, di sana ada beberapa tempat wisata lain yang juga menarik. D antaranya Pantai Kuta, Sirkuit Mandalika, dan Bukit Merese. Karena kami pernah mengunjungi tempat-tempat itu tahun 2018 lalu, maka kam lewati. Kami langsung menuju tempat penginapan kami di Senggigi, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat.

Di sana, sambil menyeruput kopi dan camilan, kami menikmati senja di pantai kawasan Aruna Hotel. Langit merah tampak indah mewarnai langit petang, membiasi permukaan laut yang mulai gelap. Di sepanjang pantai itu, orang-orang duduk sembari menikmati makanan. 

Malamnya, di tepi pantai pula kami menikmati hiburan musik yang dimainkan oleh DJ. Jedak-jeduk suara musik bersahut-sahutan dengan suara deburan ombak. Kami baru masuk ke dalam kamar hotel menjelang tengah malam. Kami istirahat untuk menyiapkan tenaga menuju Gili Trawangan keesokan harinya.

Pada Rabu, 18 September 2023, kami menuju Dermaga Pelabuhan Bangsal. Dari sana, kami menyewa dua perahu cepat atau speed boat untuk mengangkut kami yang berjumlah 14 orang. Masing-masing perahu kami sewa seharga Rp800 ribu untuk pulang-pergi. Dari Pelabuhan Bangsal, perahu melepas tali sekira pukul 15.00 WIT.

 

 

Suasana di Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Photo :
  • Nur Faishal/Viva Jatim

 

 

VIVA menumpangi kapal cepat merah dengan kapasitas maksimal delapan penumpang plus pengemudi dan ‘kernet’. Sementara beberapa teman kami lainnya menumpangi kapal cepat yang lebih besar. Di dekat pantai, ombak tak begitu besar, mungkin sekira setengah meter. Kendati begitu, gulungan ombak begitu terasa karena kapal melaju cepat. 

Badan kami terguncang-guncang. Tapi di situlah keseruannya. Kami bersorak-sorai ketika kapal seperti meloncat saat teradang ombak. Makin ke tengah ombak kian tinggi dan pergerakannya makin menggila. Sebagian dari kami berpegangan erat dengan muka agak pucat. “Pelan-pelan, Pak Sopir,” seloroh Eko Santoso, General Manager DLU Lembar, yang memandu kami.

Hampir setengah jam lamanya kami balapan di atas air, kapal yang kami tumpangi akhirnya sampai di Pelabuhan Gili Trawangan. Di sana, kapal-kapal cepat begitu sibuk mengantarkan pengunjung. Keluar dari kapal, kami melewati dermaga apung menuju jalan perkampungan. Jalan itu memanjang memutari pinggir Gili Trawangan.

Begitu sampai di jalan, suasana begitu ramai oleh turis-turis asing. Seperti bukan di Indonesia. Gerai-gerai makanan dan suvenir berjejeran di pinggir jalan. Kebanyakan kedai, kafe, dan restoran juga menyediakan tempat bersantai di pinggir pantai dengan tatanan yang ciamik. Di sana banyak bule terlihat duduk santai menikmati pemandangan laut.

 

 

Suasana di Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Photo :
  • Nur Faishal/Viva Jatim
 

 

Di jalan, turis-turis bersepeda menikmati suasana Gili Trawangan. Ada juga yang naik andong atau dokar. Kami terus berjalan menuju tempat penginapan yang sudah dipesan. Menaruh barang sebentar di kamar, lalu keluar lagi dan menyewa sepeda angin. “Sewa sepeda di sini lima puluh ribu [per unit],” kata Eko.

Berombongan, kami kemudian mengayuh sepeda ke arah barat, ingin menyaksikan Matahari terbenam sambil menikmati minuman dan camilan. Kami terus mengayuh, memilih kedai yang tak begitu ramai. Selepas isya, kami kemudian beranjak kembali ke tempat sewa sepeda, lalu mencari tempat makan malam.

Makan malam kami di sentra makanan laut. Di sana banyak warung menawarkan segala jenis ikan laut. Kebanyakan diolah dengan cara dibakar. Kami memesan lobster, kakap, cumi, dan dimakan bareng-bareng. Minumannya es degan, khas minuman wisata pantai. Makan malam kami terasa tambak maknyus karena ditemani lagu-lagu reggae yang dimainkan oleh pengamen.

Selepas makan, kami kemudian melihat suasana malam. Kami ingin merasakan atmosfer hiburan malam di Gili Trawangan. Kami singgah di salah satu kafe dengan hiburan musik yang dimainkan secara langsung oleh sebuah grup musik. Mereka terdengar mahir memainkan musik. Vokalisnya juga jempolan.

 

 

Suasana di Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Photo :
  • Nur Faishal/Viva Jatim

 

 

Lagu yang mereka mainkan adalah lagu-lagu reggae yang asyik dan rancak. Makin malam pengunjung makin berdatangan. Mayoritas turis asing. Turis lokal hanya kami yang hanya belasan orang. Biar pun tempat duduk sudah terisi semua, pengunjung rela berdiri mengisi ruang kosong sambil bergoyang, mengikuti irama musik. Kami berjingkrak-jingkrak hingga dini hari.

Kamis, 19 September 2023, Sekira pukul 09.00, kami meninggalkan Pulau Gili Trawangan dengan kapal cepat yang sama. Kami merelakan keinginan menyelam di Gili Naggu, Gili Kedis, dan beberapa gili lainnya karena jadwal kapal menuju Surabaya sudah mepet. Kami harus sampai di Pelabuhan Lembar pukul 11.00 WIT. (Bersambung)

 

 

Suasana di Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Photo :
  • Nur Faishal/Viva Jatim