15 Persen Pasangan Usia Subur di Jawa Timur Mandul, Ahli Ungkap Penyebabnya
- Mokhamad Dofir/Viva Jatim
Jatim – Membahas mengenai ciri-ciri kemandulan seringkali melibatkan sejumlah mitos dan ketidakpahaman padahal, faktor penyebab kemandulan ada beragam dan tidak memandang usia.
Di Jawa Timur, jumlah pasangan usia subur sebanyak 5.967.082 pasang. Dari jumlah tersebut, 15 persen diantaranya justru mengalami infertility atau kemandulan.
Seperti kata Prof dr Samsulhadi SpOG Subsp FER selepas acara Scoring Infertility and Workshop IUI di National Hospital Surabaya, Minggu 4 Februari 2024.
Ia menyebut, angka pasangan yang mengalami kemandulan dari tahun ke tahun di Jawa Timur mengalami kenaikan seiring bertambahnya pula jumlah pasangan usia subur.
"Sekitar 10 persen sampai 15 persen pasangan usia produktif itu mengalami infertility [kemandulan], di Jawa Timur usia produktif jumlahnya berapa, nah 10 sampai 15 persen diantaranya mengalami infertility," ujarnya.
Melihat kondisi seperti itu, Prof Samsulhadi membuat skor atau scoring infertility. Skor tersebut, lanjut dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya itu, akan membantu masyarakat atau pasien untuk mengetahui kondisi tubuhnya. Tidak terkecuali para tenaga kesehatan termasuk dokter tak terlambat dalam merujuk pasien ke layanan yang primer, sekunder, atau tersier.
“Skor infertiilitas gunanya mencegah rujukan terlambat karena factor waktu itu sangat penting dalam perawatan infertilitas. Karena umur perempuan masa reproduksi hanya 20-35 tahun,” terang Prof Samsulhadi.
Apabila perawatan itu tidak terencana dan terarah, masih kata Prof Samsulhadi, maka waktunya akan terbuang. Dia menegaskan bahwa usia seseorang tidak bisa diputarbalikkan. “Dan, kalau sudah mengenai umur, mau apa? Siapa yang bisa memutar umur balik,” tambahnya.
Ada beberapa faktor penyebab seseorang mengalami infertilitas. Antara lain, gaya hidup, obesitas, narkoba, hingga sex bebas. Prof Samsulhadi menyebutkan, factor social ekonomi juga ikut memengaruhi. Misalnya, kedua pasangan suami dan istri terpaksa harus bekerja. Sehingga tingkat stress masing-masing pihak naik.
Konsultan Medis Morula IVF Indonesia Prof Dr dr Budi Santoso SpOG Subsp FER mengungkapkan, gaya hidup menjadi factor yang penting bagi seseorang terkait fertilitas. Selain itu, lanjut dia, usia pernikahan juga ikut memengaruhi. Misalnya, usia pernikahan di atas 30 tahun atau baru menikah di usia 27 tahun.
“Yang terpenting, masyarakat ini harus kita edukasi terus. Dengan segala macam bentuk seminar, tulisan, ini harus dicegah. Belum lagi saat menikah sudah terlambat, pasangan masih menunda kehamilan. Karena harus beli mobil atau rumah, sementara usia terus berjalan,” ujarnya.
Dokter Benediktus Arifin MPH SpOG (K) FICS dari Morula IVF Surabaya mengaku bahwa dirinya kesulitan mencari pasien yang datang dengan usia masih 21. Tak sedikit pasien konsultasi ke dirinya sudah berusia di atas 25 tahun.
“Morula berusaha menginformasikan ke masyarakat, terutama tenaga kesehatan terkait skor infertility dan pentingnya rujukan. Tujuan lainnya yakni supaya dokter-dokter kandungan tenaga kesehatan lainnya tidak terlambat untuk referral,” jelasnya.
Dokter dr Jimmy Yanuar Annas SpOG Subsp FER selaku kepala klinik Morula IVF Surabaya menyatakan bahwa usia seorang perempuan juga memiliki peran. Dia menyebutkan, berdasarkan catatannya, pasien-pasien yang datang ke Morula IVF Surabaya dengan kondisi “telat” lumayan tinggi. “Salah satu layanan kesehatan yang bisa diambil yakni dengan skrining embrio PGTA untuk mendapatkan embrio terbaik sehingga harapan angka kehamilannya tinggi. Lewat skor infertility, kami berharap bisa berdampak baik,” terangnya.