Polemik Konsesi Tambang Ormas Islam, Ini Perspektif Masyarakat Pesantren di Madura

Halaqah tentang tambang di Pesantren Annuqayah Sumenep.
Sumber :
  • Nur Faishal/Viva Jatim

Sumenep, VIVA Jatim – Warga NU atau Nahdliyin yang tergabung dalam Forum Nahdliyin Hijau (FNH) Sumenep menggelar Halaqah terkait pertambangan di Aula Mini Universitas Annuqayah, Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, pada Kamis, 4 Juli 2024.

Halaqah ini diinisiasi oleh Yayasan Sataretanan Sumenep Berdaya bersama sejumlah komunitas dan organisasi, seperti Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Sumenep, B.A.T.A.N, Observe Madura, Gusdurian Sumenep, dan Berkah Bumi.

Kegiatan yang diikuti oleh sejumlah kiai, aktivis, dan warga NU di Sumenep itu bertajuk Menimbang Tambang Perspektif Fiqh dan Sosial Ekologi.

Pembina Yayasan Sataretanan Sumenep Berdaya KH Mohammad Shalahuddin A Warits mengatakan, masalah tambang, baik di lokal maupun nasional, harus diperhatikan secara serius. “Diskusi ini merupakan sikap kritis kita terhadap PBNU yang kompromi terhadap pengelolaan tambang,” katanya.

Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa Raya yang akrab disapa Ra Mamak itu menuturkan, konsesi tambang yang didapatkan PBNU memang bisa jadi strategi konservasi. Namun, yang dikhawatirkan dengan konsesi tersebut justru nantinya diperjualbelikan. “Dan kita hanya menjadi agen kerusakan,” tandasnya.

Karena itu, Ra Mamak mengajak para kiai yang hadir dalam halaqah untuk tegas dan menyampaikan aspirasinya kepada PBNU. “Kita tidak boleh lagi bermain-main dan ragu-ragu dalam memberikan masukan kepada PBNU. Karena kita yang hadir di sini semuanya kiai NU dan dalam ekosistem pesantren,” ucapnya.

Ra Mamak meminta para kiai NU harus terus bersuara dalam menyikapi konsesi tambang yang sudah dikantongi PBNU. “Jika ini tidak kita lakukan, maka pelayanan NU menjadi tidak eksistensial lagi. Karena kita yang seharusnya berada di garda terdepan dalam mendidik masyarakat,” paparnya.

Ra Mamak berharap, suara “Merawat Jagat, Membangun Peradaban” tidak hanya menjadi PBNU di awang-awang. “Kita harus punya isi dan materi dari apa yang kita gaungkan selama ini. Sehingga kita tidak menjadi bully-an,” pungkasnya.

Hadir sebagai pemateri dalam halaqah ini, yaitu dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Moh Shohibuddin dan peneliti Sajogyo Institut Eko Cahyono. “Belum ditemukan adanya penambangan yang berdampak baik terhadap kesejahteraan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan,” kata Eko. 

“Yang sering kita temukan adalah kehidupan yang semakin merana, terbuang dari habitat awal, kehilangan sejarah, budaya dan bahkan kehilangan spiritualitas hidup yang selama ini menjadi sumber nalar masyarakat,” imbuhnya.

Menurut Shohibuddin, dampak kerusakan atau mafsadat dari pertambangan sudah jelas dan nyata. Sementara maslahatnya masih spekulatif. Karena itu, komunitas keagamaan jangan sampai menjadikan narasi agama sebagai alasan pembenar bagi kerja-kerja dunia yang cenderung destruktif terhadap mekanisme lingkungan yang memiliki logika tersendiri untuk berubah. 

“Karena bisa saja agama akan menjadi anugerah atau bencana. Dalam interaksi sosial, agama sangat ditentukan bagaimana ia diperlakukan oleh para penganutnya, dipahami bagaimana, digunakan untuk apa, dan yang terpenting, untuk membela siapa,” katanya.