Dinilai Cederai Konstitusi, Jaringan GUSDURian Tolak Penundaan Pemilu

Alissa Wahid, Direktur Jaringan GUSDURian
Sumber :
  • Ibnu Abbas/Viva Jatim

Jatim – Isu yang berembus baru-baru ini soal adanya upaya penundaan pemilu menjadi sorotan banyak pihak. Wacana tersebut tentu sangat kontroversial mengingat segala tahapan pemilu sudah mulai dilakukan. Namun wacana tersebut tetap digulirkan.

Jaringan GUSDURian sebagai komunitas yang bertekad meneruskan perjuangan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, dengan tegas menolak penundaan pemilu lantaran dinilai mencederai konstitusi.

"Pemilu merupakan amanat konstitusi yang harus dipenuhi pelaksanaannya sesuai ketentuan. Mewacanakan atau bahkan melakukan penundaan pemilu sama saja dengan mencederai konstitusi," kata Alissa Wahid, Direktur Jaringan GUSDURian dalam keterangannya, Minggu, 12 Maret 2023.

Sebelumnya diketahui, pada 2 Maret 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengeluarkan putusan kontroversial. Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden yang semestinya digelar pada tahun 2024, diubah menjadi tahun 2025.

Keputusan ini menegaskan kekhawatiran berbagai pihak terkait wacana yang berhembus dalam beberapa tahun belakang, yaitu adanya skenario perubahan konstitusi dengan memperbolehkan masa pemerintahan menjadi 3 (tiga) periode dan juga penundaan penyelenggaraan Pemilu.

Pada berbagai kesempatan, Presiden RI Joko Widodo yang sudah menjabat sebagai presiden selama dua periode menyebut dirinya tidak memiliki kewenangan untuk kembali maju. Namun di sisi lain, wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan selalu muncul ke permukaan.

"Jaringan GUSDURian berkomitmen untuk mengawal Pemilu 2024 sebagai ajang bagi rakyat menggunakan hak politiknya dalam memilih calon pemimpinnya secara jujur dan adil, sebagaimana rekomendasi Temu Nasional (TUNAS) GUSDURian di Surabaya pada Oktober 2022," tegas Neng Alissa, sapaan lekatnya.

Oleh karenanya Jaringan GUSDURian menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menolak penundaan pemilu karena hal itu melanggar konstitusi di pasal 22E (UUD 1945) dan melanggar hak konstitusional warga negara yang harusnya dipergunakan setiap 5 (lima) tahun.
  2. Meminta pemerintah dan KPU untuk tetap teguh melaksanakan tahapan pemilu sesuai dengan perundangan yang berlaku dan memastikan hak seluruh warga negara terpenuhi.
  3. Meminta kepada elite politik, tokoh publik, dan masyarakat secara umum untuk tidak mewacanakan penundaan pemilu.
  4. Menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk terus mengawasi setiap tahapan agar terselenggara Pemilu yang berkualitas demi terwujudnya demokrasi Indonesia yang sehat. Sebagai murid ideologis Gus Dur, Jaringan GUSDURian berkomitmen melanjutkan salah satu warisan Gus Dur yaitu memperjuangkan amanat konstitusi yang menjadi landasan hidup berbangsa dan bernegara.