Safari Ramadan Ke Sumenep Madura, Gubernur Khofifah Kagumi Arsitektur Masjid Jamik Panembahan Somala

Safari Ramadan Gubernur Khofifah Ke Sumenep Madura
Sumber :
  • Nur Faishal/ Jatim Viva

Jatim –Keindahan Masjid Jamik Panembahan Somala Kabupaten Sumenep menarik rasa kagum Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Desain arsitektur yang memadukan budaya Tiongkok, Eropa, Jawa, dan Madura menjadi daya tarik tersendiri bagi masjid yang didirikan pada tahun 1779 hingga 1787 Masehi tersebut.

Di masjid itu, Gubernur Khofifah bersama Bupati Sumenep Ra Achmad Fauzi dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Jatim dan Pemkab Sumenep melanjutkan rangkaian safari ramadannya dengan melaksanakan salat tarawih,  Minggu, 2 April 2023.

Masjid yang terletak di terletak Jl. Trunojoyo No.184, Dalem Anyar, Bangselok, Kec. Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep tersebut juga menjadi salah satu bangunan dari 10 masjid tertua di Nusantara.

"Arsitektur masjid ini memiliki kekhasan tersendiri dengan unsur kebudayaan Tiongkok, Eropa, Jawa, dan Madura. Pintu gerbang Masjid Agung Sumenep ini  mengingatkan kita pada bentuk tembok besar di Cina yang terbuat dari tembok besar yang memanjang, melambangkan kekokohan dan ke-agungan," Kata Gubernur Khofifah usai melaksanakan salat tarawih.

Tak hanya itu, dinding mimbar, mihrab dan maksurah pada masjid ini dilapisi dengan keramik porselen dari Cina. Model interiornya mencerminkan nuansa dan pengaruh Cina yang kental. Sedangkan bangunan utama masjid ini hampir keseluruhannya dipengaruhi budaya Jawa pada bagian atapnya dan budaya Madura pada pewarnaan pintu utama dan jendela masjid. 

"Ada simbol akulturasi dan bukti toleransi yang tinggi tercermin di masjid Panembahan Somala ini, bahwa toleransi ini memang harus terus kita semai," ucap Khofifah.

Selain memiliki corak dan arsitektur dari pengaruh berbagai budaya, Masjid Jami' Sumenep ini juga memiliki filosofi tinggi. Salah satunya adalah pagar tembok dengan pintu gerbang berbentuk gapura sebagai pintu utama masjid yang memiliki makna agar para jema ah lebih berhati-hati dalam menjalankan ibadah shalat.

"Selain sarat nilai estetika, dan unsur budaya yang kental, masjid ini juga memiliki filosofi tinggi," tutur Khofifah.

Gubernur perempuan pertama di Jatim ini juga membagikan 850 kantong beras kepada jemaah salat tarawih Masjid Jami' Sumenep yang masing-masing menerima 3 kg beras.

Ziarah ke Makam Para Raja Sumenep di Asta Tinggi

Usai menjalankan salat tarawih, Gubernur Khofifah melanjutkan rangkaian safari ramadhan dengan berziarah ke Asta Tinggi yang terletak di dataran tinggi Kabupaten Sumenep tepatnya di Jalan Asta Tinggi, Temor Lorong, Kebunagung, Kec. Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep.

Dalam bahasa Madura, Asta Tinggi juga disebut dengan Asta Raja atau makam Pangradja, baik dari keturunan maupun kerabatnya. Makam tersebut milik Pangeran Anggadipa dan menjadi makam pertama di kompleks pemakaman Asta Tinggi. 

Pangeran Anggadipa sendiri merupakan putra dari Adipati Jepara yang diutus oleh kerajaan Mataram untuk menjaga dan mengatur pemerintahan kerajaan Sumenep ketika terjadi kekosongan pemimpin.

Makam Asta Tinggi dibangun sekitar tahun 1750 Masehi dengan areal kompleks makam berukuruan 112,2 meter x 109,25 meter. Kawasan pemakaman Asta Tinggi rencana awalnya dibuat oleh Panembahan Somala dan dilanjutkan oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I dan Panembahan Natakusuma II. 

Selain sebagai peristirahatan terakhir raja-raja dari dinasti kerajaan Sumenep dan keturunannya, Asta Tinggi ini juga menyimpan banyak sejarah dan hal menarik dibaliknya. Diantaranya adanya empat kubah besar yang menaungi makam dan menjadi ikon utamanya yang disebut Asta Induk. 

Setiap kubah tersebut menjadi tempat peristirahatan terakhir raja-raja dari dinasti Sumenep beserta istri-istrinya. Yaitu Kubah Pangeran Panji Pulang Jiwo, Kubah Panembahan Sumolo, Kubah Tumenggung Tirtonegoro, Kubah Pangeran Djimat alias Pangeran Akhmad atau Kanjeng Aryo Cokronegoro.

"Jadi disini adalah makam dari para raja dan istri-istri dari raja Sumenep," katanya.

Sementara itu arsitektur bangunan yang ada di makam tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan Belanda, Arab, China maupun Jawa. Namun yang masih nampak menonjol adalah kebudayaan Hindu.

"Ziarah ke Asta Tinggi Sumenep itu selain sebagai wisata spiritual tetapi juga bernilai sejarah yang sangat kental," pungkasnya.