AI Timbulkan Ragam Risiko, Bos Teknologi Dipanggil ke Gedung Putih
- viva.co.id
Jatim – Teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) disebut-sebut memiliki ragam risiko bagi masyarakat, utamanya bagi para penggunanya. Seperti keselamatan, privasi, dan hak-hak sipil, tetapi juga berpotensi meningkatkan taraf hidup.
Untuk itu, Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris memanggil para bos teknologi ke Gedung Putih pada Kamis lalu, 4 Mei 2023 untuk membahas tanggung jawab mereka melindungi masyarakat dari risiko tersebut.
Di antara bos eksekutif yang dipanggil ke Gedung Putih adalah Sundar Pichai dari Google, Satya Nadella dari Microsoft, dan Sam Altman dari OpenAI. Mereka diberi tahu memiliki kewajiban moral untuk melindungi publik dan diperingatkan bahwa pemerintah dapat memberlakukan peraturan lebih lanjut untuk sektor tersebut.
Dilansir dari VIVA, produk AI baru seperti ChatGPT dan Bard, menawarkan kesempatan kepada pengguna untuk berinteraksi dengan 'AI generatif' yang dapat meringkas informasi, menulis presentasi bahkan puisi, serta menawarkan ilustrasi nyata tentang potensi risiko dan manfaat dari teknologi baru.
"Sektor swasta memiliki tanggung jawab etis, moral, dan hukum untuk memastikan keselamatan dan keamanan produk mereka," katanya, menurut laman Sputnik Globe, Minggu, 7 Mei 2023, dilansir dari VIVA, Senin, 8 Mei 2023.
Seruan untuk membangun regulasi kecerdasan buatan telah meningkat di tengah kekhawatiran bahwa teknologi dapat menggantikan pekerjaan, menciptakan ketidakakuratan, melanggar undang-undang hak cipta, memperburuk penipuan dan menyebarkan berita palsu.
Ada kekhawatiran bahwa AI yang muncul, termasuk ChatGPT dan Bard, dapat menimbulkan ketidakakuratan dan menyebabkan penyebaran informasi yang salah. Namun, pendukung seperti Bill Gates percaya bahwa cara terbaik untuk menggunakan teknologi lebih penting daripada melakukan jeda pada pengembangan teknologi.
Kritikus juga memperingatkan bahwa pengaturan yang berlebihan dapat memberikan keuntungan strategis bagi industri teknologi China. Lina Khan dari Komisi Perdagangan Federal juga menguraikan alasan mengapa AI perlu diatur.
Seorang insinyur perangkat lunak senior di Google bernama Luke Sernau baru-baru ini menerbitkan sebuah kritik yang mengklaim bahwa Google kehilangan keunggulannya dalam kecerdasan buatan (AI) ke komunitas open-source.
Sernau berpendapat bahwa fokus Google pada persaingannya dengan OpenAI telah mengalihkannya dari perkembangan pesat dalam teknologi open-source.
Menurutnya, ancaman nyata terhadap upaya AI Google berasal dari komunitas sumber terbuka, di mana para insinyur mengembangkan model yang menyaingi perusahaan teknologi besar, yang dapat dibuat lebih murah dan dapat lebih cepat serta lebih dapat disesuaikan.
Sernau menyarankan agar Google mengalihkan fokusnya ke model yang lebih kecil dan lebih gesit yang dapat diulang dengan cepat. Dokumennya diterbitkan di sistem internal Google pada bulan April dan sejak itu telah dibagikan secara luas di antara karyawan Google. Namun, perusahaan menolak mengomentari isi postingan Sernau.
Artikel ini telah ditayangkan VIVA.co.id dengan judul Gara-gara AI, Bos Teknologi Dikumpulkan di Gedung Putih