Berbelit-belit di Persidangan, Eks Ketua II STIT Raden Wijaya Mojokerto Divonis 3 Tahun Penjara

Sidang eks Ketua II STIT Raden Wijaya Mojokerto, Hariris Nurcahyo
Sumber :
  • Viva Jatim/Luthfi Hermansyah

Mojekerto, Viva JatimTerdakwa Hariris Nurcahyo (59) dalam perkara penipuan dam penggelapan aset Kampus STIT Raden Wijaya Mojokerto divonis 3 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. 

Alasan Mejelis Hakim memberatkan hukum terhadap eks Ketua II kampus tersebut, Hariris dinilai berbelit-belit selama persidangan. 

Adapun sidang pembacaan vonis untuk Hariris digelar di ruang sidang Cakra PN Mojokerto, Kamis, 22 Juni 2023. Sidang dipimpin hakim ketua Fransiskus Wilfrirdus Mamo.

"Menyatakan terdakwa Harirs Nurcahyo, M.Si bin Kasiran terbukti secara dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana dakwaan alternatif penuntut umum," kata Fransiskus saat membacakan amar  putusan. 

Harisis dinyatakan bersalah berdasarkan pasal 378 KUHP tentang penipuan. Vonis ini sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Mojokerto. Pada  persidangan sebelumnya, JPU umum menuntu agar Hariris divonis hukuman tiga tahun penjara. 

Namun pasal yang diterapkan berbeda. JPU meyakini bersalah dalam perkara pengelapan dalam jabatan sebagaiamana pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan. Sementara, mejelis hakim berpendapat bahwa Hariris melanggar pasal 378 KUHP tentang penipunan. 

Fransiskus menjelaskan, hal-hal yang memberatkan hukuman Hariris adalah perbuatannya telah meresahkan masyarakat, mengakibatkan kampus STIT Raden Wijaya mengalami kerugian. Selain itu, ia juga dinilai berbeli belit dipersidangan dan tidak mengakui perbuatannya. 

"Hal yang meringankan , terdakwa belum pernah dihukum," tandasnya. 

Sebagaimana diketahui, Hariris dilaporkan ke polisi oleh Achmad Wahid Hasjim dengan tuduhan penggelapan dan penguasaan aset kampus STIT sejak tahun 2016. Dosen sekaligus guru asal Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko, itu tetap menguasai sertifikat dan mendirikan yayasan dalam yayasan meskipun jabatannya sudah habis.

Dari laporan itu, penyidik Satreskrim Polres Mojokerto Kota menetapkan Hariris sebagai tersangka penggelapan dan pemalsuan akta tanah kampus pada 9 Februari lalu. Yakni akta tanah atas nama Badrus seluas 967 meter persegi dan Saifudin Anafabi seluas 884 meter persegi.

Atas vonis tersebut, penasihat hukum Harisis, Jainul Arifin menyatakan akan mengajukan banding. Ia menilai putusan mejelis hakim tidak masuk akal lantaran tidak sesuai dengan fakta persidangan.

Bahkan ia berencana akan melaporkan mejelis hakim ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Ia menganggap pertimbangan hakim dalam vonis yang dijatuhkan itu merupakan hal yang menyimpang. 

"Jelas akan saya laporkan, dia membuat pertimbangan diluar fakta persidangan. Kalau dia memutuskan berdasarkan dakwaan itu sah-sah saja memang ketentuan hukum acara pidana seperti itu. Dan beberapa yurisprudensi menyatakan apabila jaksa penuntut umum menuntut diluar dakwaan hakim membuat pertimbangan sesuai dengan dakwaan. Itu nggak masalah," katanya kepada wartawan. 

Akan tetapi, bila hakim membuat pertimbangan diluar fakta persidangan maka merupakan hal yang menyimpang. Menurut dia, dalam perkara ini siapa yang jadi korban penipuan tidak jelas. Sebab, kliennya  membawa sertifikat di STIT Raden Wijaya atas perintah pimpinannya. 

"Yang ditipu siapa? Semua objek (sertifikat) itu di simpan di kampus. Yang menyuruh menyimpan adalah ketuanya, Hasan Buro dan Sueb Nawawi juga menyatakan Hariris dititipi. Kan itu aneh," ungkap Jainul.