Pasutri Nakal Diduga Mafia Tanah Dijebloskan Penjara di Mojokerto

Pasutri Diduga Mafia Tanah Dijebloskan Penjara di Mojokerto
Sumber :
  • M Lutfi Hermansyah/Viva Jatim

Mojokerto, VIVA Jatim –Kasus dugaan mafia tanah menyeret pasangan suami istri asal Sidorjo, Novita Kusamawardhani alias Novi (46) dan Mohammad Edi Afifudin (47) sebagai tersangka. 

Kedua tersangka dan barang bukti dilimpahkan oleh penyidik Satreskrim Polres Mojokerto ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto pada Senin, 26 Juni 2023. Pelimpahan dilakukan setelah penyidik kasus tersebut dinyatakan P21 atau lengkap. 

Saat pelimpahan, Dua warga Desa Kapunten, Kecamatan Tulangan, Sidoarjo menjalani pemeriksaan di ruang tahap 2 mulai pukul 15.24 WIB. Pemeriksaan berlangsung selama 2 jam. 

Novi dan Edi keluar ruangan tahap 2 Sekitar pukul 16.50 WIB. Keduanya tangan mereka nampak diborgol dan  dikeler petugas masuk ke mobil tanahan. Jaksa menjebloskan pasutri tersebut selama 20 hari di Lapas kelas IIB Mojokerto. 

Jaksa Penuntut Umum Kejari Kabupaten Mojokerto Johan Candra mengatakan, dua tersangka diduga telah melakukan tindak pidana penipuan jual-beli tanah. Korban sebanyak 7 orang dengan total kerugian ditaksir mencapai  Rp 1 miliyar lebih. 

"Jumlah korban ada 7 orang terdiri dari 6 pembeli dan 1 penjual tanah. Semua warga Mojokerto, pengakuan  tersangka ada 9 orang, tapi baru 7 yang ada diberkas tersangka," katanya kepada wartawan, Senin, 26 Juni 2023. 

Tersangka Edi menjabat sebagai direktur di purasahaan yang didirikannya dan bergerak dalam bidang developer properti. Sedangkan Novi sendiri merupakan seorang PNS guru di Pasuruan. 

Menurut Johan, pasutri  itu memang sudah 4 tahun menjalankan bisnis jual-beli tanah. Akan tetapi kasus yang ditangani ini transaksi tahun 2021 setelah korban melapor ke Satreskrim Polres Mojokerto. "Ditetapkan tersangka bulan April 2023," ujarnya. 

Dalam kasus tersebut, modus kedua tersangka yakni membeli dua bidang tanah seluas 1600 meter persegi di daerah Kecamatan Ngoro, Mojokerto senilai Rp 1,3 miliar. Namun Ia membayar uang muka  atau down payment (DP) Rp 300 juta lebih. 

Meski belum lunas, mereka meminta sertifikat kepeda pemilik tanah untuk pengajuan balik nama ke BPN dengan dasar Ikatan Jual Beli (IJB). Kemudian, keduanya menjual tanah ke orang lain dengan dalih tanah akan dipecah. 

Akan tetapi, lanjut Johan, setelah membayar uang muka, 6 orang korban tak kunjung menerima sertifikat tanah. Jika ditotal nilainya kerugian para sekitar Rp 71 juta. Sedangkan pemilik tanah mengaku kedua tersangka belum melunasi pembayaran senilai Rp 900 juta lebih. 

"Tahan sudah dipecah dan dijual. Sudah di ada DP dari korban, tapi korban belum menerima sertifikat. Penjual tanah mengklaim kerugian sekitar Rp 900 juta karena belum terbayarkan, yang dibayar masih Rp 300 juta," ungkap Johan. 

Novi dan Edi dijerat pasal 154 UU RI nomor 1 tahun 2021 tentang perumahan dan kawasan permukiman juncto pasal 55 ayat (1) KUHP atau pasal 378 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) KUHP.