Pemuda Buddha Surabaya Gelar Kajian Lintas Iman, Bahas Korelasi Moderasi Beragama dan Ajaran Agama
- Nur Faishal/Viva Jatim
Surabaya, VIVA Jatim- Young Buddhist Association Indonesia (YBAI) bersama studiagama.id menggelar kajian lintas iman atau lintas agama via online Sabtu, 8 Juli 2023.
Mereka membahas tentang moderasi beragama dalam pandangan agama-agama. Diketahui, kajian ini menghadirkan tokoh-tokoh dari agama Buddha, Kristen, dan juga Hindu yang dipandu oleh William Umboh, seorang pekerja seni dan duta cerita dari The Habibie Center.
Tokoh agama Buddha Bhikkhu Dhammasubho Mahathera menyampaikan pendapatnya tentang moderasi agama versi agama Buddha. Menurutnya, dalam ajaran buddha ada majjhima patipada merupakan jalan tengah atau juga Middle Way, karena Sidharta itu adalah orang yang antitesis atau anti kemapananan.
“Jadi, Sidharta yang merupakan anak seorang raja dan anak tunggal meninggalkan kemewahan itu semua karena memang orang yang antitesis dan anti kemamapanan. Dia menjalani pertapaannya yang bermacam-macam,” kata Bhikku Dhammasubho Mahathera menjelaskan sejarah Sidharta.
Di ujung pertapaannya, akhirnya dia menemukan satu jalan tengah diantara ekstrimis kemewahan duniawi dan ekstrimis penyiksaan diri yang hebat. Jalan tengah itu terdiri dari delapan unsur, pengertian benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar.
“Itulah jalan tengah. Nah, delapan unsur benar itu menurut Sidharta benar untuk diri sendiri, benar untuk orang lain, dan benar untuk lingkungan, sehingga dengan pengertian benar itu maka tidak ada lagi pertentangan dalam segala hal,” katanya.
Sedangkan berdasarkan agama Kristen, Pendeta Aryanto Nugroho, pimpinan Gereja JAGI juga menyampaikan pandangannya saat itu. Menurutnya, Guru Agung Yesus Kristus hadir di tengah-tengah orang Yahudi yang sangat sektarian dan membenci orang non Yahudi. Makanya, saat itu dia melakukan reformasi antara orang Yahudi dengan orang non Yahudi.
“Yesus Kristus menunjukkan bahwa relasi keberagamaan dengan Allah-nya itu tidak perlu memutus hubungan dengan sesama manusia. Makanya, ketika ditanya oleh ahli taurat apa sebenarnya inti ajaranmu itu?, dia menjawab inti ajaranku adalah kenallah Allah yang satu itu dan kasihlah dia dengan sepenuh hati, dan kedua perlakukanlah sesama manusia itu seperti dirimu sendiri,” kata Pendeta Aryanto.
Bagi dirinya yang merupakan Kristen Unitarian berpandangan bahwa Allah itu benar-benar satu. Kalau hanya ada satu Allah yang disembah semua oleh semua manusia, tentu saja keselamatan itu tidak hanya dimiliki oleh salah satu institusi agama tertentu.
“Kalau itu sudah diperbaiki, maka kita dengan orang lain hanya berbeda baju saja, tapi intinya kita sama-sama menyembah pada Allah yang satu,” tegasnya.
Sementara itu, tokoh agama Hindu KA. Widiantara, Ketua Acarya Media Nusantara mencermati bahwa apa yang dipaparkan oleh Bhikku dan Pendeta itu nilai-nilai dan saripatinya sebenarnya hampir mirip secara substansinya, meskipun istilahnya berbeda.
“Jadi, nilai-nilai yang disampaikan dari agama masing-masing sebenarnya sebelah dua belas substansinya, meskipun istilahnya berbeda,” katanya.
Ia juga menjelaskan moderasi beragama dari versi agama Hindu. Menurutnya, di Hindu itu ada istilah titik harmoni. Bahkan, di Hindu itu ada konsep Tri Hita Karana yang merupakan konsep atau ajaran dalam agama Hindu yang selalu menitikberatkan bagaimana antara sesama bisa hidup berdampingan, saling bertegur sapa satu dengan yang lain, tidak ada riak-riak kebencian, penuh toleransi dan penuh rasa damai.
“Tri Hita Karana inilah yang menyebabkan kita hidup di dunia ini harmonis tanpa melihat latar belakangnya. Tri Hita Karana itu adalah Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Jadi, di ajaran kami diajarkan bahwa semua makhluk hidup itu semuanya bersaudara. Titik toleransinya ada di sana,” katanya.
Ketua Young Buddhist Association Indonesia, Limanyono Tanto, selaku penyelenggara acara ini bersyukur karena acara ini berjalan dengan lancar. Ia juga memastikan bahwa YBAI itu terbuka, inklusif dan rendah hati untuk mendukung segala aktivitas yang berformat moderasi beragama.
“Karena dengan moderasi beragama inilah kita mampu menyebarkan ajaran agama Buddha serta memperkokoh silaturahmi dengan saudara-saudari kita antar umat bergama di Indonesia,” ungkapnya.