Kronologi Eksekusi 28 Rumah di Dukuh Pakis Surabaya yang Sempat Alot
- Mokhammad Dofir/Viva Jatim
Surabaya, VIVA Jatim – Proses eksekusi 28 rumah di Dukuh Pakis 4, Kota Surabaya sempat alot. Pasalnya, kasus yang merupakan buntut dari sengketa lahan itu sempat membuat Kabagops Polrestabes Surabaya, AKBP Toni Kasmiri bersitegang dengan Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji.
Lantas seperti apa awal mula persoalan itu terjadi? Berdasarkan pantauan Viva Jatim di lokasi, bahwa sebanyak 23 Kepala Keluarga (KK) di Dukuh Pakis 4, Kota Surabaya, terpaksa harus meninggalkan rumah yang telah ditempati selama puluhan tahun. Warga pun bingung kemana mereka harus tinggal.
Eksekusi puluhan rumah itu sebagai buntut kasus sengketa lahan antara Weni Oentari yang bersengketa dengan Sidik Dewanto dan Haryo Soerjo Wirjohadipoetro.
Weni menggugat Sidik Dewanto dan Haryo Soerjo Wirjohadipoetro atas lahan yang berada di RW 2 Dukuh Pakis 4, Kelurahan Dukuh Pakis, Kecamatan Dukuh Pakis, Kota Surabaya.
Dalam gugatan itu, pengadilan memenangkan Weni Oentari melalui putusan sidang Nomor 944/Pdt.G/2019/PN.SBY. Sehingga Weni berhak atas lahan seluas 2.926 meter persegi yang kini ditempati warga
Anik Suwardi (43) salah seorang warga Dukuh Pakis yang tereksekusi terpaksa meninggalkan rumah lantaran dieksekusi Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
"Kami ndak tahu harus kemana," keluh Anik Suwardi (43), Rabu 9 Agustus 2023.
Anik mengatakan, telah menempati rumah peninggalan orang tua yang dibangun di atas lahan sengketa itu sejak lahir. Makanya, eksekusi PN Surabaya yang ia sebut mendadak tanpa pemberitahuan lebih dulu kepada warga sangat mengejutkan.
"Nggak pernah dikasih tahu, nggak pernah," akunya.
Senasib dengan Anik. Tetangganya, Alvi Saifullah (56) juga kaget saat diminta keluar tiba-tiba oleh juru sita. Dirinya pun berusaha mempertahankan rumahnya karena selama ini selalu rutin membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas nama dirinya.
"Kita selama ini bayar PBB atas nama kami, kok begini. Kami ndak terima," imbuh Alvi.
Upaya mempertahankan rumah satu-satunya itu gagal, petugas eksekusi yang dibekingi aparat keamanan kalah banyak dibandingkan jumlah warga yang dieksekusi. Sehingga mau tidak mau dia harus merelakan bangunan sambil menyaksikan semua perabotan diangkut kuli angkut ke tanah lapang.
Dalam putusan PN Surabaya, kasus sengketa lahan antara Weni Oentari dengan Sidik Dewanto, Haryo Soerjo Wirjohadipoetro serta Rudy Setiawan bergulir mulai tahun 2019.
Kala itu, Weni menggugat lahan di RW 2 Dukuh Pakis 4, Kota Surabaya, ke PN Surabaya pada 23 September 2019. Lahan seluas lebih dari 2 hektar itu sebagai harta gono gini milik Weni dalam pernikahan dengan mantan suaminya, Sidik Dewanto selama 37 tahun.
Proses pembagian harta gono gini berupa lahan kemudian dicatatkan pada akta Nomor 18 di hadapan Natalya Yahya Puteri Wijaya pada 24 Mei 2011. Namun berjalannya waktu, lahan milik Weni itu tidak kunjung diserahkan dalam keadaan kosong oleh Sidik, bahkan sudah berubah menjadi pemukiman. Selain itu, sertipikat tanah juga masih mengatasnamakan Soerjo Wirjohadipoetro.
Weni kemudian mengajukan gugatan ke PN Surabaya yang akhirnya ia menangkan dan berbuntut pada eksekusi warga.