Mengenang Marsinah di Hari Buruh: Potret Perjuangan dan Pengorbanan
- Istimewa
Surabaya, VIVA Jatim –Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap 1 Mei menjadi momen refleksi bagi perjuangan para pekerja dalam meraih hak dan keadilan. Salah satu sosok yang tak terlupakan dalam sejarah pergerakan buruh Indonesia adalah Marsinah.
Marsinah adalah aktivis buruh yang dibunuh secara keji pada era Orde Baru. Kisah hidup dan perjuangannya menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan yang dialami oleh kaum pekerja.
Marsinah lahir pada 10 April 1969 di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Setelah ibunya meninggal saat ia berusia tiga tahun, Marsinah diasuh oleh neneknya, Puirah, dan bibinya, Sini.
Kehidupan ekonomi keluarga yang sederhana membuat Marsinah terbiasa membantu mencari nafkah sejak kecil, termasuk berjualan makanan ringan untuk membantu penghasilan keluarga.
Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Muhammadiyah, Marsinah merantau ke Surabaya untuk mencari pekerjaan. Pada tahun 1989, ia bekerja di pabrik sepatu Bata di Surabaya, dan pada 1990 pindah ke PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo. Di tempat kerja barunya, Marsinah dikenal sebagai pekerja yang cerdas, vokal, dan peduli terhadap kondisi rekan-rekannya.
Perjuangan dan Aksi Mogok Kerja
Pada awal tahun 1993, Gubernur Jawa Timur mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang mengimbau pengusaha untuk menaikkan upah pekerja sebesar 20%. Namun, PT CPS enggan menerapkan kebijakan tersebut.