Kisah Inspiratif Lukman Meniti Jalan Hidup dari Jurnalis ke Akademisi
- Istimewa
Kediri, VIVA Jatim – Di sebuah sudut tenang Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Syekh Wasil Kediri, aroma kopi hitam bercampur semangat intelektual menguar dari balik layar laptop seorang pria sederhana. Namanya Lukman Hakim, dosen, penulis, dan kini resmi bergelar doktor di bidang kajian jurnalisme dan media Islam.
Namun siapa sangka, pria yang kini memimpin Program Studi Jurnalistik Islam ini pernah akrab dengan dunia deadline dan liputan doorstop. Jauh sebelum memegang pointer di ruang kuliah, Lukman pernah menjadi jurnalis yang berlari mengejar narasumber dan menulis berita birokrasi di bawah tekanan waktu.
“Saya mulai menulis sejak kuliah S1 di Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel. Dari tugas kuliah nulis berita, pelan-pelan jadi jatuh cinta pada dunia jurnalisme,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Viva Jatim, Kamis, 19 Juni 2025.
Cinta itu lalu menuntunnya ke Jatim Newsroom, bagian dari Dinas Kominfo Jawa Timur. Di sanalah Lukman merasakan langsung bagaimana menjadi jurnalis di lingkungan pemerintahan. Selama hampir lima tahun, ia meliput aktivitas Gubernur Pakde Karwo dan Wagub Gus Ipul, juga segala hiruk pikuk kebijakan Pemprov Jatim.
“Menjadi jurnalis pemerintahan itu unik. Kita dituntut tetap tajam, tapi juga harus peka terhadap etika dan dinamika politik. Menyampaikan fakta tanpa kehilangan idealisme,” ujar Lukman.
Namun hidup, baginya, bukan tentang menetap di satu titik. Alih-alih terus menanjak di dunia jurnalistik, Lukman memilih kembali ke kampus dan menyelami dunia akademik. Keputusan itu lahir dari kegelisahan yang sama: ia ingin jurnalisme tak hanya hidup di ruang redaksi, tapi juga di ruang-ruang kuliah sebagai ilmu yang serius.
Perjalanan itulah yang kemudian membawanya menyusun disertasi tentang konvergensi media Islam — dari strategi transformasi, ekonomi politik, hingga jurnalisme dakwah. Karyanya menjadi kontribusi penting dalam membaca arah perkembangan media Islam di Indonesia.