Cerita Kiai Badruddin Jajar Trenggalek Obral Hizib Bambu Runcing untuk Usir Penjajah

Makam Kiai Badrudin serta dzurriyah Pondok Jajar.
Sumber :
  • Viva Jatim/Madchan Jazuli

Trenggalek, VIVA Jatim – Tak sedikit pejuang-pejuang kemerdekaan yang berasal dari ulama atau kiai daerah. Salah satu dari yang sedikit itu ialah Kiai Badrudin asal Dusun Jajar Desa Sumbergayam, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek.

Pohon Tumbang Sempat Lumpuhkan Jalan Nasional, 2 Korban Dilarikan ke RSUD Trenggalek

Ikhwal Kiai Badrudin ikut berjuang di medan pertempuran termaktub dalam buku 'Biografi Tiga Tokoh Darussalam Kisah Perjalanan Hidup Masyayikh'. Saat itu, pemerintah setempat menginstruksikan perwakilan tokoh untuk ikut berperang melawan penjajah.

Alhasil, untuk daerah Trenggalek salah satunya ialah Kiai Badrudin serta didampingi Kiai Mu'in Durenan. Dimana tokoh inilah salah satu dari sekian banyak yang bisa menyingkirkan Belanda di bumi Pertiwi.

Perempuan di Trenggalek Tewas Tertimpa Pohon Asam Setinggi 11 Meter

Dalam buku tersebut diuraikan Kiai Badrudin tengah menderita sakit, namun bersamaan tiba, ada utusan dari pejuang agar Kiai Badrudin bisa ikut berperang. Namun ternyata utusan merupakan orang yang juga pernah nyantri kepada beliau.

Jawaban Kiai Badrudin hanya dengan nada lirih. Dengan berat hati tidak bisa berperang karena kondisinya yang tidak memungkinkan. Akan tetapi, utusan yang diketahui bernama Mundzir itu yakin bahwa kiai asal Pondok Jajar ini bisa sembuh.

Pjs Bupati Trenggalek Tanggapi Pandangan Umum Fraksi DPRD terkait Ranperda APBD 2025

Dengan ketulusan Mundzir, ia memutuskan untuk menunggu sampai gurunya sembuh. Suatu ketika pada malam hari, Kiai Badruddin terlelap dan mendapatkan mimpi yang sekaligus sebagai isyarat kesembuhan penyakit yang diderita. Mimpi telah menerima tamu seorang sufi, menyarankan untuk mandi di sungai di timur masjid Jajar, hanya beberapa puluh meter.

Selain itu, sufi juga berpesan supaya usai sembuh, Kiai Badrudin supaya berangkat berjihad ke Surabaya bersama pejuang lainnya. Sang Sufi juga berjanji akan membantu beliau dalam berperang. Kiai Badrudin yakin sosok sufi yang datang ke dalam mimpinya tak lain merupakan Nabi Khidir AS. 

Kiai kharismatik ini lantas mandi di sungai yang berada di timur pondok. Atas izin Allah SWT, Kiai Badruddin sembuh seperti sedia kala tanpa ada keluhan. Alhasil, beliau menunaikan pesan dalam mimpi untuk perang ke Kota Surabaya. 

Ada pesan Kiai Badrudin kepada santri-santri sebelum ke medan laga. Beliau berpesan kepada keluarga dan para santri “anu yo, sak isone, sak kuasane sak jerone aku lungo wacakna Al-Qur'an” (Sebisanya, sekuatnya selama aku pergi bacakanlah Al-Qur'an), serta didoakan akan agar beliau tetap dalam lindungan Allah swt. 

Tiba waktu berperang, beliau di jemput oleh serombongan tentara jihad yang datang dengan seragam perang lengkap dengan mobil sedan khusus menjemput para tokoh. Ada yang menjadi perhatian, Kiai Badrudin mengenakan pakaian seperti mau mengaji setiap hari. Tak lepas dari penutup kepala kopiah, baju lengan panjang warna putih.

Serta sarung selalu melekat di tubuh beliau.

Meski demikian, penampilan beliau tetap berbeda dari biasanya, lantaran pada pinggang terselip sebilah keris yang konon bernama 'Keris Mangku Negoro'. Inilah kiranya yang membuat beliau berbeda dari penampilan biasanya. 

Lain cerita, asal muasal Kiai Badrudin berperang di Surabaya karena sebelum peperangan meletus, Pondok Jajar mengadakan gemblengan yang pesertanya dari berbagai penjuru daerah. Mereka datang membawa senjata tajam termasuk salah satunya bambu runcing.

Bambu runcing dimasukkan ke dalam asma' yang sudah dibacakan hizib atau doa oleh Kiai Badruddin. Atas izin Allah bambu itu mengeluarkan pijaran api, sehingga keampuhan beliau menyeruak ke segala penjuru. Oleh sebab itu pemerintah setempat mencari orang-orang sakti supaya ikut berperang di Surabaya.

Kiai Badrudin berangkat ke Surabaya diiringi oleh pekikan takbir dan sholawat oleh keluarga, para santri dan masyarakat sekitar yang menggema.

Kurang lebih pertempuran selama lima belas hari, Belanda membuat hampir luluh lantak Surabaya. Atas izin Allah beberapa juga menggunakan senjata api meski tidak sebanding dengan Belanda, tapi bisa memukul mundur di Kota Surabaya.

Serta juga kiai menambahi dengah senjata yang telah di asma' atau didoakan. Seperti Kiai Badruddin bersenjatakan jagung, pasir dan garam. Tidak bisa dianggap remeh, saat musuh datang, beliau menaburkan garam atas izin Allah berubah menjadi lebah yang ganas ikut menyerang penjajah.

Sementara segenggam pasir membuat mata penjajah buta tidak bisa melihat dimana lawan berada.

Sementara garam yang disebarkan Kiai Badruddin langsung menjatuhkan diri ke tanah dan bergerak layaknya orang yang berenang dan berada di samudera. 

Buku setebal 64 halaman ini juga menceritakan pernah saat Kiai Badruddin dikejar oleh orang-orang Belanda menggunakan kendaraan lapis baja. Beliau menghadapinya hanya menggunakan tangan kosong. Bi idznillah kendaraan tank tersebut dipukul hingga menyebabkan hancur berkeping-keping.

Menyaksikan kekalahan hampir menimpa Belanda, sebagian pasukan Belanda mundur untuk menyelamatkan diri. Ketika para kiai beserta pejuang pulang ke masing-masing daerah, termasuk Kiai Badruddin dibuntuti oleh musuh sebagai target serangan balik.

Selanjutnya, pasukan Belanda berencana mendatangi melalui jalur udara. Tidak dinyana yang terlihat lautan darah dan penghuninya tidak ada. Ketika mencoba mendarat, ternyata keadaan penduduk seperti aktivitas biasa.

Kejadian itu membuat Belanda marah dan ingin menghancurkan wilayah Jajar. Saat Belanda ingin menjatuhkan bom di daerah Jajar Durenan Trenggalek, selalu tidak berhasil. Belanda kewalahan karena setiap mereka menjatuhkan senjata berat dari udara selalu tak terdengar suara ledakan.

Pentolan Belanda menyaksikan itu membuat geram dan bersumpah serapah ingin menangkap Kiai Badruddin hidup atau matu. Berangkatlah dedengkot Belanda, sampai di Jajar dan bersalaman dengan Kiai Badruddin tak ada caci maki. Malah yang terlontar ampun dan menyerah karena tubuhnya menjadi lemas dan gemetar.

Atas peristiwa itu, penjajah berjanji tidak akan mengganggu ketenangan penduduk Jajar Desa Sumbergayam, sehingga pada masa itu ketika Belanda akan menangkap penduduk harus izin kepada beliau, jika tidak diizinkan maka Belanda pun tak berani menangkap.

Selama singgah di Jajar Sumbergayam, Belanda membuat sebuah Dam Sungai yang menghubungkan Dusun Jajar dengan Dusun Bakalan. Sampai saat ini dam tersebut masih berfungsi dengan apik, dam tersebut dikenal dengan 'Dam Londo'.