6 Syarat Murid agar Mendapatkan Ilmu Menurut Sayyidina Ali

Ilustrasi siswa belajar di sekolah.
Sumber :
  • Viva.co.id

Surabaya, VIVA Jatim – Hari ini, Kamis, 2 Mei 2024, merupakan momen peringatan Hari Pendidikan. Lebih dari sekadar seremoni, alangkah lebih baik jika memperingatinya dengan mengevaluasi model dan sistem pendidikan yang sudah berjalan selama ini, termasuk indikator keberhasilannya pada pembentukan karakter guru, murid, dan pengelolanya.

Tak ada salahnya bila membandingkan dengan konsep pendidikan para ahli terdahulu, karena pemikiran mereka masih relevan untuk dijadikan rujukan di masa kini. Termasuk membandingkan dengan pakar pendidikan dari dunia Islam. Salah satunya menggali konsep dan etika pendidikan yang dipaparkan oleh Syekh Azzarnuji, pengarang kitab Ta’lim al Muta’allim yang masyhur di kalangan pondok pesantren.

Ada banyak fasal dibahas di dalam kita Ta’lim, salah satunya tentang etika murid dalam menuntut ilmu. Dijelaskan di kitab tersebut, mengutip syair dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Azzarnuji menyampaikan ada enam syarat yang harus dipegang seorang murid atau penuntut ilmu agar bisa mendulang ilmu yang luas sekaligus bermanfaat, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga bermanfaat untuk banyak orang.

Bunyi syair tersebut:

Alaa laa tanaalul ilma illaa bisittatin/saunbika ‘an majmu’ihaa bibayaanin

Dzakaa’in wa hirshin washthibaarin wa bulghatin/wa irsyaadi ustaadzin wa thuuli zamaanin

Artinya:

"Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi 6 syarat. Saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci. Yaitu: Kecerdasan,  kemauan/semangat (rakus akan ilmu),  sabar,  biaya/bekal (pengorbanan materi/ waktu), petunjuk (bimbingan) guru dan dalam tempo waktu yang lama."  

Syarat pertama, yakni kecerdasan (dzakaa’un). Kecerdasan dimaksud di sini ialah berakal. Dalam hal ini ada dua penjelasannya. Pertama, kecerdasan yang memang diberikan oleh Tuhan (muhibbatun minallah). Itu adalah anugerah dari Tuhan yang harus dimaksimalkan fungsinya oleh seorang murid dalam menuntut ilmu. Bila tidak, maka ilmu yang diharapkan sulit untuk diperoleh.

Kecerdasan kedua ialah buah dari sebuah usaha atau muktasab. Kecerdasan muktasab misalnya diperoleh karena rajin mencatat, berdiskusi, mengikuti majelis-majelis ilmu, dan sejenisnya.

Syarat kedua, bersungguh-sungguh (hirshun). Soal ini tak perlu dijelaskan lagi. Jamak orang memahami bahwa siapa pun yang bersungguh-sungguh maka dia akan memperoleh kesuksesan. Dalam hal apa pun, termasuk dalam menuntut ilmu.

Syarat ketiga, sabar (ishtibaarun). Soal ini juga tak perlu dijelaskan panjang lebar. Yang pasti, seorang murid harus sabar dalam menjalani segala proses saat menuntut ilmu. Syarat keempat, biaya (bulghatun). Menuntut ilmu ada biayanya, maka murid atau orang tua harus menyiapkannya. Biaya di sini bisa bermakna bukan hanya modal duit, tapi juga tenaga dan waktu.

Syarat kelima, ada bimbingan guru (irsyaadu ustaadzin). Murid tidak akan mendapatkan ilmu apabila tidak ada guru. Maka dalam belajar, murid harus ada gurunya. Bisa saja seseorang belajar secara otodidak seperti zaman sekarang.

Melalui YouTube, misalnya. Tapi dia hanya akan mengetahui ilmu secara teoritik, tapi tidak akan mampu memahami saripati dan maksud utama daripada teori tersebut. Tanpa guru, seseorang bisa saja keliru memahami maksud daripada ilmu yang didapatkannya, sehingga keliru dalam penerapannya.

Syarat keenam, memakan waktu yang lama (thuulu zamaanin). Untuk mendapatkan ilmu yang luas itu tidak bisa dipelajari dalam waktu yang singkat. Tidak cukup hanya berdasarkan jenjang pendidikan sebagaimana diterapkan di Indonesia. Jika hanya berdasarkan jenjang pendidikan, maka yang didapatkan hanya selembar ijazah.

Karena itu, di dalam Islam dipahami bahwa kewajiban menuntut ilmu dari sejak balita hingga mati. Rasulullah bersabda: Uthlubul ilma minal mahdi ilal lahdi. Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat atau mati.