Mengenal Si Besut, Program Pengolahan Sampah di Kaliwungu yang Dapat Banyak Penghargaan
- KBA Kaliwungu Jombang (Instagram)
Jombang, VIVA Jatim – Tidak mudah menyadarkan masyarakat terkait kepedulian terhadap lingkungan, harus melalui pendekatan yang tepat. Apalagi, jika berbicara masalah sampah. Banyak orang tidak peduli terhadap sampah yang diproduksi dari diri mereka sendiri. Sehingga sampah tidak tertangani dengan baik dan akhirnya menimbulkan banyak masalah. Hal ini yang diresahkan oleh sekelompok orang di Kampung Kaliwungu.
Melalui program Kampung Berseri Astra (KBA) Kaliwungu Jombang, muncullah gerakan Pengolahan Sampah dengan pendekatan berbasis masyarakat.
Kordinator KBA Kaliwungu Jombang, Shanti Ramadhani, menceritakan bahwa ia membuat program ini dimulai dengan bagaimana cara masyarakat mudah mengenal istilahnya terlebih dahulu, kemudian baru mereka memahami tentang kegiatan-kegiatan di dalamnya.
Shanti menghadirkan satu istilah yang diambil dari tokoh ikonik Jombang, yakni Besut. Tokoh dalam kebudayaan Besutan. Tokoh ini menjadi teladan bagi masyarakat. Dengan menghadirkan istilah tersebut, masyarakat akan mudah tertarik dan kegiatan di dalamnya menjadi mudah dipahami, “tokoh ini bermaksud juga membawa kebaikan, bijak mengolah sampah, itu yang kami gunakan medianya. Akhirnya secara sederhana, kami beri nama inovasinya dengan Si Besut,” jelas Shanti kepada VIVA Jatim, Kamis, 24 Oktober 2024.
Alasan lainnya juga adalah perihal sasaran program. Shanti mengatakan, bahwa sasaran program ini adalah mayoritas ibu-ibu dengan tingkat kemampuan yang beragam. Ada yang tingkat kemampuan mereka rendah secara pendidikan dan ada yang tinggi. Sehingga, penggunaan istilah yang tepat, seperti Si Besut, akan menjadi mudah dipahami.
“Nah kalau ngomongin Besut kan langsung mengerti, karena {Besut} jadi sosok yang legendaris. Istilahnya sudah kami buat nyantol di pikiran ibu-ibu,” ujar Shanti.
Tidak hanya istilah yang mudah dipahami, namun metode yang digunakan oleh KBA Kaliwungu Jombang juga menggunakan metode yang sederhana. Mereka tidak menggunakan teknologi yang canggih dalam mengolah sampah. Pun dalam hal biaya, mereka tidak perlu mengeluarkan modal yang besar.