Anjani Lestarikan Budaya Lewat Batik Banteng Agung
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
"Dulu cukup untuk di ciptakan dipamerkan begitu. Tidak untuk dijualbelikan. Jadi memang tantangan-tantangan yang seperti itu yang membuat kami harus merubah mindset yang pertama," akuinya.
Tantangan selanjutnya, dirinya mengaku awal Kota Batu bukan sebagai Kota Batik, sehingga mencari perajin batik sangat susah. Lalu, ia mengajari ke masyarakat untuk bisa menjadi perajin secara mandiri.
Lantas, Anjani benar-benar dari nol, tidak sekadar mencomot pengrajin dari daerah Pekalongan atau Madura untuk memenuhi kebutuhan pembatik. Akhirnya jerih payahnya membuahkan pembatik-pembatik Kota Batu.
"Benar-benar masyarakat Kota Batu yang kita berdayakan, total ada 42 orang karyawan. Dari Malang Raya ada yang memproduksi batik, mencanting atau pembatik ada 28. Sisanya mereka di produk turunannya. Ada yang menjahit baju, menjahit tas dan memproduksi sepatu," ulasnya.
Ditanya omzet, Batik Bantengan yang ia geluti masih di kisaran antara Rp 60 juta sampai Rp 90 juta perbulan. Sementara jika di akhir tahun seperti ini, bisa sampai Rp 150 juta juga.
Dengan puluhan karyawan, ia bisa memproduksi batik tulis di angka 200-an. Sedangkan batik cap bisa sampai ribuan pcs memproduksi dalam satu bulan.
Tak hanya terpaku pada kain batik, Anjani berkontemplasi dari batik tersebut menambah produksi menjadi dijadikan produk turunan. Mulai seperti tas, sepatu, baju trendy dengan perpaduan Batik Bantengan.