Kiai Ahmad Dahlan yang NU

Buku Biografi KH Ahmad Dahlan Ahyad karya Wasid Mansyur.
Buku Biografi KH Ahmad Dahlan Ahyad karya Wasid Mansyur.
Sumber :
  • Cover buku Biografi KH Ahmad Dahlan Ahyad karya Wasid Mansyur

Surabaya, VIVA Jatim – Nama Kiai Haji Ahmad Dahlan identik dengan Muhammadiyah. Maklum, dia adalah pendiri ormas besar di Indonesia itu. Tapi banyak yang belum tahu bahwa dahulu juga ada tokoh Nahdlatul Ulama (NU), juga ormas besar di Nusantara, yang bernama Kiai Haji Ahmad Dahlan. Nama panjangnya Ahmad Dahlan Ahyad.

Wasid Mansyur dalam bukunya Biografi KH Ahmad Dahlan Ahyad; Aktivis Pergerakan dan Pembela Ideologi Aswaja (Pustaka Idea, Cetakan III 2017)menjelaskan, Kiai Dahlan adalah salah satu generasi pertama dan bagian dari perintus NU. Bersama KH Abdul Wahab Chasbullah (Mbah Wahab), dia ikut aktif di Taswirul Afkar.

Taswirul Afkar adalah ruang diskusi para aktivis Islam saat itu yang menyoroti berbagai isu, dari keislaman, kebangsaan, sosial, ekonomi, dan lainnya, yang menjadi pendorong bangkitnya masyarakat untuk keluar dari kungkungan penjajahan, terutama di Kota Surabaya dan sekitarnya. Di Taswirul Afkar pula Kiai Dahlan, Mbah Wabah, dan konco-konconya berjuang menebarkan ideologi Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).

Kiai Dahlan lahir pada 30 Oktober 1885 di Kebondalem, Simokerto, Kota Surabaya, dari pasangan KH Muhammad Ahyad dan Nyai Mardliyah. Ia putra keempat dari enam bersaudara. Nama kecil Kiai Dahlan adalah Ahmad Dahlan. Belakangan nama ayahnya, Ahyad, disematkan sebagai nama belakang, untuk membedakan dengan sosok Kiai Ahmad Dahlan yang saat itu sudah tersohor sebagai pendiri Muhammadiyah.

Kiai Dahlan lahir dan tumbuh di keluarga pesantren. Ayahnya, Kiai Ahyad, adalah pendiri Pondok Pesantren Kebondalem, Surabaya. Lokasi rumah tinggal sekaligus pesantren tersebut tak jauh dari kompleks pemakaman Raden Rahmatullah alias Sunan Ampel, salah satu dari anggota Wali Songo.

Kiai Ahyad, ayah Kiai Dahlan, adalah keturunan ketujuh dari Sayyid Sulaiman, penyebar Islam yang dimakamkan di Betek, Mojoagung, Jombang. Darah Sayyid Sulaiman bersambung ke Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, Cirebon. Sebab, Sayyid Sulaiman adalah putra dari Syaikh Abdul Rahman al-Syaibani yang menikah dengan Nyai Syarifah Khadijah, putri dari Sultan Hasanuddin Banten, yang merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati.

Sementara dari jalur ibu, Nyai Mardliyah, Kiai Dahlan adalah cucu dari Kiai Abdul Kahar, tokoh Surabaya yang saat itu dikenal sebagai saudagar kaya dari kalangan Muslim. Kiai Kahar bukan sekadar pebisnis ulung yang hanya memikirkan soal keuntungan. Tapi dia juga saudagar yang menggunakan hartanya untuk membantu perjuangan para tokoh pergerakan saat itu, termasuk dalam hal penyebaran Aswaja.