Kiai Ahmad Dahlan yang NU

- Cover buku Biografi KH Ahmad Dahlan Ahyad karya Wasid Mansyur
Soal peran para saudagar Muslim yang ikut andil menyokong perjuangan kaum pergerakan di Surabaya juga terdedah dalam sejarah berdirinya sekolah Nahdlatul Wathan di Jalan Bubutan. Termasuk di dalamnya kakek dari Kiai Dahlan, Kiai Kahar. Di sekolah ini, Mbah Wahab kemudian mempopulerkan lagu perjuangan melawan penjajah Belanda dengan menggunakan bahasa Arab, Ya Lal Wathan atau Syubbanul Wathan, kepada para murid.
Kembali ke cerita Kiai Dahlan. Masih menurut Wasid Mansyur, semasa kecil dia dididik langsung oleh ayahnya, Kiai Ahyad. Dari ayahnya, Dahlan mengenyam ilmu agama . Setelah dirasa cukup, Kiai Ahyad lalu mengirim Kiai Dahlan muda untuk nyantri ke Syaikhona Kholil Bangkalan, ulama kharismatik dari Madura yang juga guru para pendiri NU, seperti KH Hasyim Asy’ari, Mbah Wahab, dan KH As’ad Syamsul Arifin.
Setelah lama nyantri di Bangkalan, Kiai Dahlan kemudian belajar di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, yang saat itu diasuh oleh Kiai Mas Bahar bin Noer Hasan. Pondok Sidogiri adalah salah satu pondok tua di Jawa Timur, yang juga pernah menjadi tempat Syaikhona Kholil belajar sebagai santri.
Selepas nyantri dan pulang ke tengah-tengah masyarakat, Kiai Dahlan kemudian bergabung bersama para ulama muda saat itu, di antaranya Mbah Wahab, membangun jaringan pesantren. selain mengajar di pesantrennya sendiri, Kiai Dahlan sadar bahwa pesantren-pesantren di Jawa harus bersatu untuk memaksimalkan penyebaran Islam bercorak Aswaja, juga untuk menguatkan nasionalisme di kalangan masyarakat santri.
Kiai Dahlan juga larut dalam diskusi-diskusi kebangsaan dan keagamaan di Taswirul Afkar dengan motor utamanya Mbah Wahab. Selain tokoh pergerakan Islam, di sini juga kerap nimbrung tokoh pergerakan dari kaum nasionalis dan lainnya. Selanjutnya, ia juga ikut andil pada proses berdirinya NU. Setelah NU berdiri pada tahun 1926, ia kemudian ditunjuk sebagai wakil rais, wakilnya Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari.