Hendro Sang Pionir Pendidikan Robotika, Sukses Cetak Siswa Juara Internasional

Hendro Yulius Suryo, Pionir Pendidikan Robotika
Sumber :
  • Ibnu Abbas/Viva Jatim

Surabaya, VIVA Jatim – Dunia pendidikan selalu menyuguhkan kisah-kisah inspiratif tentang sosok pejuang. Kiprah mereka mampu menembus realitas hidup yang terkadang jauh dari cita-cita mulia. Bermodal tekad besar, ikhlas dan visioner, selalu lahir inovasi-inovasi untuk memajukan peradaban melalui pendidikan.

Adalah Hendro Yulius Suryo (38), seorang pionir pendidikan robotika dari Kota Surabaya yang sukses mengantarkan para siswanya meraih prestasi di berbagai ajang internasional. Meski di bidang akademik tak pernah bersentuhan langsung dengan dunia robotika, namun rasa kepeduliannya terhadap masa depan anak bangsa membuat Hendro tergerak untuk mendalami secara otodidak.

Kepada Viva Jatim, Hendro lantas menceritakan awal mula dirinya berinisiatif melakukan inovasi tersebut. Pada tahun 2011 lalu, Ia dipercaya menjadi Wakil Kepala Sekolah SMP Islam Al-Azhar Surabaya. Kala itu, ia tengah dihadapkan dengan masa transisi, sekolah yang ia pimpin terancam tutup lantaran peminatnya yang mulai luntur.

"Dari itu saya kemudian berpikir keras untuk melakukan sebuah terobosan baru. Agar sekolah ini keluar dari masa transisi dan bahkan menjadi sekolah unggulan," kata Hendro, Jumat, 13 Oktober 2023.

Pendidikan bidang robotika dianggap penting dan menjadi kebutuhan di masa mendatang. Dimana tenaga kerja manusia perlahan akan diganti peran mesin melalui robot. Realitas kehidupan itu sudah mampu dibaca oleh Hendro sejak 15 tahun silam. Baginya, mendidik generasi muda menguasai bidang robotika adalah keharusan.

Agar sekolah yang tengah dalam masa transisi itu bangkit lagi dan menjadi sekolah yang diminati masyarakat, Hendro meyakini harus menarget banyak meraih prestasi, baik di ajang regional, nasional bahkan internasional. 

Kilas Balik Upaya Mendirikan Ekskul Robotika

Hendro pun memantapkan diri untuk merintis kegiatan ekstrakulikuler robotika di SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya. Ia membangun komunikasi dan kerjasama dengan sejumlah pihak, termasuk dengan dua kampus berbasis teknologi ternama, yaitu Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan PENS (Politeknik Elektronik Negeri Surabaya).

Hendro kemudian merekrut satu orang pelatih dari ITS guna membimbing siswanya di bidang robotika. Pelatih diberi target dalam kurun waktu 10 bulan sudah bisa melatih siswanya untuk ikut berbagai ajang perlombaan dan mampu meraih juara. Namun karena masih baru merintis, prestasi tidaklah mudah digapai.

Kendati begitu, Hendro tak putus asa. Ia kembali mencari seorang pelatih dari PENS. Kepada sejumlah pihak di PENS ia berdiskusi dan menyampaikan maksud dan tujuannya mencari pelatih bidang robotika. Yakni untuk mengangkat nama lembaga yang saat ini terancam tutup karena kurangnya peminat. 

"Saya kemudian menemukan seorang trainer (pelatih). Saya kasih target dalam kurun waktu tertentu bisa menjadikan siswanya juara di ajang perlombaan robotika. Ia pun sanggup akhirnya kita diskusi, kita tata semuanya, programnya, anggarannya, semuanya," tambahnya.

Masih melekat kuat dalam memori ingatan Hendro, kala itu hanya ada 8 orang siswa yang ia bimbing bersama pelatih. Tekad besar dan usaha keras yang terus digelorakan akhirnya membuahkan hasil. Pada ajang lomba pertama kali yang diikuti, yakni ITS Ekspo tahun 2012 berhasil meraih juara 1.

"Saat itu kami ciptakan Robot Cleaner Pemungut Sampah. Robot pembersih. Jokinya, konsepnya, dan rangkaiannya dari siswa. Saya bersama pelatih hanya membatu di idenya saja. Di tahun itu pula kita kembali ikut event dan Alhamdulillah juara," ujarnya.

Capaian prestasi itu, bagi Hendro adalah capaian luar biasa. Hasil dari kerja keras dan tekad besarnya bersama tim dalam mencetak siswa handal di bidang robotika.

Di tahun 2014, Hendro kembali melakukan terobosan yang terbilang nekad. Ia memberanikan diri mendaftarkan siswanya untuk ikut ajang tingkat internasional pertama kali di Beijing, China. Berbagai persiapan ia lakoni penuh serius. Sampai-sampai mendatangi orangtua siswa meminta dukungan dari mereka untuk bersama-sama mengangkat eksistensi SMP Islam Al-Azhar 13 Surabaya.

"Saat itu ada 3 anak yang siap ikut ke Beijing, kemudian saya kasih ide, karena lombanya robot inovatif, maka saya kasih ide membuat robot penyiram air. Kemudian anak-anak setuju, kita rancang bersama pelatih. Kita berhasil dan meraih spesial award di sana. Hingga banyak media yang meliput karena prestasi yang ditorehkan sangat membanggakan," paparnya.

Dari saking seringnya mengikuti ajang perlombaan, sampai-sampai melekat dalam benak masyarakat dan publik bahwa SMP Islam Al-Azhar 13 Surabaya lumbungnya siswa pakar robotika. Bahkan bila ada ajang perlombaan dan yang jadi peserta adalah siswa Hendro, masyarakat sudah meyakini merekalah pemenangnya.

"Nah di sini saya bersama tim merasa berhasil membentuk mindsett masyarakat tentang sekolah kami yang dulunya nyaris tutup. Sejak saat itu banyak siswa yang mendaftar ke sekolah kami hanya karena ingin belajar tentang robotika," ungkapnya.

Tahun 2015 sampai 2016 adalah satu waktu dimana rintisan Hendro itu sudah mengalami perkembangan pesat. Hendro mengaku, bahwa tantangan terbesar yang dihadapinya saat itu bukan lagi pesaing dari sekolah lain. Melainkan ketika berkompetisi sesama siswanya sendiri.

"Karena kalau siswa luar itu mah lewat aja gitu. Justru beratnya ketika berkompetisi dengan siswa sendiri. Itu yang berat bagi kami," kata Hendro.

Ditanya perihal rahasia keberhasilannya mendidik siswa berprestasi, Hendro tak menampik. Ia menjelaskan strategi yang ia terapkan. Sebagai lulusan pascasarjana psikologi pendidikan ia memahami betul bagaimana cara mendidik siswa yang baik sehingga bakat dan kemampuannya betul-betul terasah.

"Belajar yang kami terapkan itu berbasis proyek. Di dalam robot itu banyak sekali masalah yang perlu dipecahkan melalui proyek. Lah di situ kompetensi literasi dan nomerasi mereka naik. Bisa menjuarai beberapa event," ungkap Hendro menjelaskan.

Saat ditanya Prof Emil Salim, kenapa bisa menjuarakan anak-anak Indonesia hingga tingkat internasional sementara pendidikan di Indonesia rendah. Hendro pun menjawab karena penilaian di sekolah-sekolah hanya bersifat kognitif dan multiple choice.

"Ya kayak Ujian Nasional itu. Sedang kami di sekolah robotika, siswa dilatih berbasis problem dan proyek," tegasnya.

Mendirikan AWG Robotic Course

Baru kemudian di tahun 2017, terbersit dalam pikiran Hendro untuk mendirikan lembaga tersendiri secara mandiri. Di tahun yang sama itu pula menjadi puncak pencapaiannya. Ia diamanahi Kepala Sekolah hingga berhasil menjadikan SMP Islam Al-Azhar 13 Surabaya sebagai sekolah bertaraf internasional berlisensi resmi.

"Mengapa saya katakan berlisensi resmi, karena banyak sekolah lain yang mengatasnamakan internasional, namun sebenarnya tidak resmi. Nah kami ini berlisensi resmi. Menjadi bagian dari 503 sekolah di Indonesia yang berstandar internasional," ujarnya.

Puncak pencapaian itu tidak lantas membuat Hendro berpuas diri. Mendirikan lembaga tersendiri yang independen adalah target berikutnya guna lebih memperluas kiprahnya mencerdaskan anak bangsa. Kemudian didirikanlah AWG Robotic Course di Surabaya.

"Karena kalau wadah masih pakai sekolah kami, lembaga lain tentu merasa sungkan untuk menjadi bagian dari kami. Tapi kalo dibuatkan wadah tersendiri mereka yang berminat gabung belajar dengan kami kan bisa. AWG Robotic Course didirikan 3 orang waktu itu dengan pelatih," kata Hendro.

Di awal-awal mendirikan AWG Robotic Course itu, peminatnya masih di kalangan Kota Pahlawan. Namun seiring banyaknya prestasi yang diraih, membuat banyak pihak tertarik bergabung. Mereka dari Pasuruan, Mojokerto, Jawa Tengah, Palu, hingga Sorong Papua.

"Sampai-sampai kami kewalahan melatih siswa di berbagai sekolah yang bergaung dengan kami. Senin sampai Minggu full gak ada liburnya sama sekali. Jadi di beberapa event yang kompetisinya antar sekolah itu ya sebenarnya murid-murid kami semua di AWG Robotic Course," ujar Hendro.

Pada tahun 2018, AWG Robotic Course kemudian memberikan diri membuat ajang perlombaan sendiri. Adapun model event yang digelar mencontoh event yang pernah Hendro ikuti di China, yakni RoboCup. Kala itu, di Indonesia belum ada. Sehingga ia harus menggelar sendiri.

"Alhamdulillah kami disponsori utama oleh Kominfo. Terus Di tahun 2019, antara Februari dan Maret kami gelar lagi event itu dan sangat besar sekali, animo masyarakat begitu tinggi," ungkapnya.

Saat dunia tengah menghadai Pandemi Covid 19, AWG Robotic Course pun juga mengalami persoalan penting. Hendro mengaku lembaga yang dikelolanya itu mengalami penurunan drastis. Mungkin kala itu, semua lembaga, perusahaan hingga instansi juga mengalami masalah yang sama.

Kendati begitu, selalu lahir ide-ide cemerlang dalam pikiran Hendro. Dimana AWG Robotic Course kemudian menggelar lomba robotika secara online. Dimana hal itu merupakan hal baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sejak itu, cara Hendro pun banyak diikuti lembaga-lembaga lain.

Pemenang Satu Indonesia Award (2019)

Di tahun yang sana pula, pria kelahiran Mojokerto, 18 Mei 1985 itu mencoba mendaftar ke Satu Indonesia Award sekitar bulan Juni 2019. Hendro menceritakan, saat presentasi di hadapan juri, alasan dirinya penting mendidik generasi muda di bidang robotika. Bahwa belajar dunia robotika harus dimulai sejak dini. Sehingga ketika sudah dewasa, tepatnya saat menjadi mahasiswa tinggal mengembangkan.

"Kalau baru mau belajar tentang robot saat sudah jadi mahasiswa itu menurut saya sudah sangat terlambat. Makanya perlu ada bekal atau dasar yang kuat sehingga ketika menjadi mahasiswa tinggal mengembangkan saja," kata Hendro menceritakan.

Perihal yang disampaikan Hendro itu terbukti dari kiprah anak didiknya di dunia kampus yang sudah besar. Waktu masuk ITS hanya berbekal prestasi yang ada, langsung masuk. Kemudian di semester 2 langsung menjadi tim robotikanya ITS di bidang programing.

Di tahun sebelumnya, 2018, Hendro juga sempat mendaftar SIA. Kala itu ia membawa program berupa Aplikasi YukBelajar. Namun sayangnya, nasib baik belum berpihak pada Hendro. Ia hanya sampai di tingkat provinsi, gagal tembus ke jenjang nasional.

Memulai Tantangan Baru di Penyangga Ibu Kota Baru

Berbagai prestasi yang telah diraih dan pahatan sejarah yang ditorehkan itu masih belum membuat Hendro merasa puas. Justru di saat medan juang yang ia jalani sudah sampai pada puncak kejayaan, saatnya mencari tantangan baru dengan membawa misi yang sama. Itulah prinsip hidup Hendro yang tak pernah lepas dari geliat mencerdaskan anak bangsa.

Mulai mendirikan ekstrakurikuler robotika, AWG Robotic Course, mengantarkan sekolah yang dipimpin menjadi sekolah berstandar internasional hingga meraih penghargaan dan prestasi gemilang di ajang internasional menjadi cerita indah tersendiri bagi Hendro. Ia merasa perlu melanjutkan perjuangan di daerah lain guna menciptakan cerita-cerita baru melalui pendidikan robotika.

Sejak 2020, di masa-masa Pandemi ia menata karir sebagai dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Sebagai pegawai negara ia harus meninggalkan Surabaya dengan segala kisahnya.

"Saya berpikir bahwa saya perlu upgrade. Karena saya juga kesalahan. Sejak menjadi konsultan pendidikan itu saya kewalahan. Akhirnya saya mencoba membina mahasiswa. Sehingga nanti mereka punya konsep dan brand baru di dunia pendidikan," ungkap Hendro.

Meski berpindah daerah, namun Hendro tetap membawa misi yang sama. Yakni pendidikan robotika. Ia bertekad menebarkan hal itu di daerah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN). Ia berpikir bahwa Kalimantan nantinya akan menjadi pusatnya negara. Hendro bertekad untuk ikut andil dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di sana.

"Sehingga saya melamar dosen. Nah proses itu keterima dan terwujud," tandasnya singkat. 

Sementara pondasi kuat yang telah ia tanamkan di Kota Surabaya kini terus berjalan. Dilanjutkan oleh para trainer yang ada. Karena, saat ini AWG Robotic Course, menurut Hendro banyak memegang proyek dari luar yang bekerjasama dengan pihak industri.

Selama pindah ke Banjarmasin, ia telah menyelenggarakan Workshop Robot bekerjasama dengan Universitas Islam Kalimantan. Menurut Hendro, di bidang robotika, Banjarmasin masih tergolong tertinggal jauh daripada Surabaya. Itulah sebabnya ia merasa memiliki tanggungjawab moral untuk menularkan kiprah yang pernah ia lakukan di Surabaya ke Banjarmasin.