AMTI Nilai Kemenkes Terburu-buru Sahkan RPMK

Petani Tembakau Tulungagung.
Sumber :
  • Viva Jatim/Madchan Jazuli

Tulungagung, VIVA Jatim – Bulan ini pemerintah bakal menyelesaikan dan mensahkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) soal Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Oleh sejumlah pihak disayangkan, lantaran dinilai terlalu terburu-buru sehingga menyebabkan dampak ekosistem tembakau.

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau (AMTI), I Ketut Budhyman Mudara, menerangkan kekecewaannya ini gegara pemerintah abai soal prinsip partisipasi bermakna melalui Public Hearing Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang diselenggarakan Kemenkes pada Selasa diawal September 2024.

"Seharusnya publik hearing itu dilakukan secara fair. Representasi hulu sampai hilir ekosistem pertembakauan wajib diundang, seyogianya diberi ruang agar memaparkan fakta dan realita," ujar I Ketut Budhyman Mudara diterima VIVA Jatim, Minggu, 8 September 2024.

Menurut Budhyman, fakta yang terjadi berbalik yaitu hanya tiga elemen yang diundang. Hari ini pihaknya nekat hadir untuk menunaikan hak kami sebagai warga negara yang dilindungi oleh Undang-Undang guna memberikan masukan walaupun tidak diundang oleh Kemenkes.

"Sedangkan elemen pemerhati kesehatan hingga LSM yang mengatasnamakan kesehatan diundang hampir 50 asosiasi," imbuhnya.

Dirinya juga menilai bahwa Kemenkes tak melihat ada enam juta tenaga kerja yang bakal terdampak langkah pengetatan Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik dalam RPMK.

Selain itu kondisi situasi pertumbuhan ekonomi yang melambat, kebijakan membabi buta justru akan mempertebal angka pengangguran dan akan menambah beban pemerintah yang akan datang.

"Setidaknya 2,5 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 600 ribu pekerja SKT, UMKM hingga pekerja kreatif akan jadi korban pengetatan hanya dengan alasan mengendalikan konsumsi tembakau," jelasnya.

Peraturan yang disusun pemerintah tidak bisa hanya mementingkan kesehatan, namun mengabaikan aspek lainnya. RPMK malah mendorong kebijakan kemasan polos yang akan membunuh ekosistem tembakau nasional.

Senada, Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K Muhdi menerangkan kekecewaan pada Kemenkes atas Public Hearing Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang tidak adil dan berimbang dalam menerima masukan dari elemen hulu ekosistem pertembakauan.

"Hasil panen tembakau tahun ini sangat baik. Namun, kebijakan pemerintah ini justru membuat petani kecewa dan khawatir hasil produktivitas mereka tidak terserap baik," papar Muhdi.

Sehingga, Muhdi menilai akan berdampak pada turunnya kesejahteraan petani. Petani tembakau tidak diundang untuk hadir dan menyampaikan masukan.

Muhdi menyebutkan para petani di sentra tembakau seperti Madura, Ngawi, Bojonegoro, hingga Temanggung sedang menyiapkan panen mereka. “Ketika luasan areal tanam bertambah, minat petani menanam tinggi, pemerintah malah abai.

"Bukan mendorong dan mendampingi supaya kesejahteraan petani meningkat, akan tetapi justru menekan dengan peraturan yang sangat mendiskriminasi dan mengancam hajat hidup petani," sambugnya.

Sementara Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan pun ikut mewanti-wanti penerapan PP No 28 tahun 2024 di lapangan akan berdampak luas. Dirinya menekankan seharusnya pemerintah mempertimbangkan dampak besar yang diterima oleh rakyat kecil dari penerapan PP 28/2024.

Ruang lingkup pengamanan Zat Adiktif yang termuat pada Pasal 429-463 dalam PP 28/2024 dinilai akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi kelangsungan industri kretek nasional legal di tanah air.

"Peraturan tersebut dapat berdampak pada PHK massal hingga merosotnya perekonomian petani tembakau dan UMKM,” ujar Daniel Johan.