Kata MUI Jatim soal Kitab Mbah Hasyim yang Disalahpahami Ingkari Maulid

Kitab Tanbihat al-Wajibat karya Mbah Hasyim
Sumber :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Jatim – Salah satu materi khutbah seorang ustaz membuat gaduh di Pamekasan menuai kecaman. Pasalnya, ustaz tersebut mencatut Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari mengingkari keras adanya perayaan Maulid Nabi dalam kitab Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna' al-Maulid bi al-Munkarat.

"Pendiri pondok pesantren Tebuireng mengingkari dengan keras adanya perayaan Maulid Nabi, KH Hasyim Asy'ari pendiri NU, pendiri pondok pesantren Tebuireng mengingkari keras. Kita sebagai orang Indonesia tidak tahu selama ini dibohongi di sembunyikan kebenaran ini agar umat Islam merayakan. Kalau kita berpedoman KH Hasyim Asy'ari, kita mengikuti pendapat Kyai Hasyim Asy'ari Kenapa kita mengikuti perayaan Maulid Nabi," ujar Ustadz Yasir Hasan Al-Idis dalam sebuah Khutbah Jum'ah.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Agus H Zahro Wardi ikut meluruskan agar mencerahkan masyarakat. Menurutnya, konten ini sudah kesekian kali serupa, namun perlu disampaikan untuk mencari kesahihan yang sesungguhnya.

"Kalau kita melihat judul kitabnya saja ini sesungguhnya dengan sangat mudah kita akan menyimpulkan bahwa Mbah Hasyim Asy'ari tidak melarang peringatan Maulid Nabi. Karena kitab 'Tanbihat Wajibat peringatan-peringatan yang harus yang wajib dipegang bagi orang yang merayakan peringatan maulid nabi yang disertai dengan munkarat-mungkarat," beber Agus H Zahro Wardi saat dikonfirmasi, Kamis 26 Januari 2023.

Gus Zahro menuturkan, frasa bahasa seperti ini yang diungkapkan si khotib melarang maulid nabi tidak mendasar. Karena dalam Kitab KH Hasyim As'ary bukan peringatan maulidnya yang dilarang, melainkan Pendiri Nahdlatul Ulama ingin memperingatkan peringatan maulid nabi yang disertai yang dicampur dengan hal-hal yang mungkar.

"Jangan sampai amalan-amalan yang sunnah atau wajib itu dicampur dengan munkar. Tidak hanya Maulid Nabi dalam fiqih semua amalan semua amal ibadah baik sunnah wajib itu kalau dicampur dengan munkar maka menjadi haram," terangnya.

Kiai yang juga sebagai Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jatim mencontohkan seperti dalam Bab walimatul ursy. Sekalipun wajib untuk datang, ketika ada hal mungkar di sana, dan seseorang tidak bisa merubah serta tidak bisa menjauhi tentu seorang muslim tidak wajib datang, bahkan menjadi haram.

Gus Zahro menambahkan, sesuai dalam muqaddimah Kitab Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna' al-Maulid bi al-Munkarat penulisan kitab di tahun 1355 Hijriyah atau 1936 Masehi. Pada Bulan Maulid atau Rabiu'ul Awal pada saat KH Hasyim Asy'ari melihat banyak masyarakat dan sebagian santri di pondok pesantren itu di dalam memperingati Maulid Nabi mengundang orkes musik dan sejenisnya.

Kendati ada pembacaan ayat Al-Qur'an, beberapa hadis Rasulullah SAW yang berkaitan dengan sejarah Rasulullah mulai lahir sampai perjuangan nabi juga dibaca. Akan tetapi, yang membuat beliau prihatin terhadap perayaan atau peringatan maulid nabi itu masyarakat dan santri ini mencampur dengan kegiatan-kegiatan kerusuhan, pukul-pukulan, pencak, tinju.

Dosen Ma'had Aly Lirboyo Kediri ini mengaku, memukul terbang yang sesungguhnya mubah tetapi pelaksanaannya lebih munkar, sebab antara laki-laki dan perempuan campur. Sehingga tidak ada bedanya peringatan Maulid Nabi dengan orang yang menyaksikan konser konser musik.

"Ini yang beliau (Mbah Hasyim) prihatin. Padahal ikhtilat antara perempuan dan laki-laki tidak dipisah ini tentu menjadi haram. Karena terjadi istilah antara laki-laki dan perempuan, ada pertunjukan pagelaran musiknya, drama, sandiwara, ada judi, pacaran laki-laki dan perempuan joget. Lalu mungkin minuman-minuman keras, tertawa terbahak-bahak, mengeraskan suara menjerit-jerit padahal terkadang dilakukan di masjid atau di sekitarnya," terangnya.

Gus Zahro menukil dalam muqaddimah kitab tersebut bahwa KH Hasyim As'ary prihatin melihat kemunkarannya. Beliau kemudian mengingkari dan mencegah pelaksanaan peringatan tersebut.

"Beliau melarang itu bukan peringatan Maulid Nabinya, tetapi terhadap tidak setuju atau menolak munkarat," pungkasnya.