Hari Kartini Jadi Momen Teladani Warisan Emansipasi dan Toleransi

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa
Sumber :
  • Nur Faisal/Viva Jatim

Jatim – Peringatan Hari Kartini yang jatuh setiap 21 April memiliki makna istimewa di mata Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Menurutnya, momentum ini tidak hanya sekadar pengingat atas perjuangan keras pahlawan kesetaraan perempuan di Indonesia. Namun, hari untuk merayakan terbebasnya batasan hak-hak perempuan dan laki laki serta  sikap toleran.

Berkat perjuangan RA Kartini dan tokoh-tokoh perempuan di masa lalu, saat ini tidak ada lagi batasan-batasan hak pendidikan maupun pekerjaan yang membelenggu perempuan di Indonesia. Baik laki-laki maupun perempuan kini mendapatkan peluang dan  kesempatan hidup yang sama.

“RA Kartini adalah sosok pejuang yang teguh dan tidak mudah menyerah. Coba kita bayangkan, andai dulu RA Kartini putus asa memperjuangkan hak perempuan, mungkin saat ini tidak ada bupati perempuan, gubernur perempuan, apalagi presiden perempuan,” ujar Gubernur Khofifah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jumar, 21 April 2023. 

Dengan segala keterbatasannya, RA Kartini tetap gigih memperjuangkan hak perempuan melalui tulisan-tulisannya. Gagasan-gagasannya kini menjadi salah satu tonggak nilai hidup yang terpatri kuat di sanubari bangsa Indonesia. Alhasil, perempuan bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, berkarir sebagai profesional, bahkan menjadi pemimpin negeri.

Gubernur Perempuan Pertama di Jawa Timur ini menambahkan, RA Kartini tidak hanya mengajarkan tentang emansipasi perempuan. Lebih dari itu, RA Kartini juga mengajarkan tentang arti toleransi lebih mendalam.

Di era awal gagasan-gagasan RA Kartini mencuat, masyarakat Indonesia pasti akan dihadapkan oleh dua kubu berbeda. Ada yang setuju dengan gagasannya, ada pula yang menolak. Di situlah letak pembelajaran toleransi terjadi demi mencapai tujuan bangsa yang satu. RA Kartini telah meletakkan pondasi toleransi dalam arti mendalam, bagaimana kaum laki-laki bisa menghargai kondisi perempuan, begitupun sebaliknya.

“Bagaimanapun juga, perempuan itu berbeda dengan laki-laki. Perempuan memiliki kondisi yang tidak dialami laki-laki. Berkat pembelajaran RA Kartini, dunia bisa mentolerir kondisi tersebut tanpa membatasi hak-hak perempuan,” ujarnya.