Temuan Baru, Teh Terbuat dari Kotoran Ulat Ini Diyakini Menyehatkan

Ilustrasi teh
Sumber :
  • Viva.co.id

Jatim – Bila Anda mendengar istilah teh, tentu yang terbersit dalam pikiran adalah daun teh kering yang diseduh dengan air hangat. Namun, kali ini ada temuan baru yang mungkin sedikit mengejutkan. 

Shin Tae Yong Angkat Bicara Ihwal Kekalahan Timnas Indonesia dari Jepang

Seorang peneliti Jepang di Universitas Kyoto, Tsuyoshi Maruoka, menemukan jenis teh baru yang berbahan dasar kotoran ulat. Ya, kotoran ulat!. Bagi masyarakat Indonesia tentu hal ini sangat aneh. Sebab, apapun jenis kotoran pastilah menjijikkan dan tak layak dikonsumsi. 

Namun penemuan baru jenis teh yang diseduh langsung dari kotoran ulat ini justru diyakani bermanfaat untuk kesehatan. Nama jenis teh baru ini adalah Chu-hi-cha. 

Qatar Tumbangkan China, Jadi Kabar Baik Buat Timnas Indonesia di Piala Asia 2023

Tsuyoshi Maruoka datang dengan ide teh ulat selama studi pascasarjananya di Fakultas Pertanian Universitas Kyoto. Ia pun menceritakan awal mula terinspirasi dari kotoran ulat untuk membuat jenis teh baru tersebut.

Dilansir dari laman VIVA Lifestyle, suatu hari seorang senior membawa 50 larva ngengat gipsi ke lab dan memberitahu Maruoka bahwa itu adalah souvenir. Dia tidak benar-benar tahu apa yang harus dilakukan dengan hal tersebut pada awalnya. Namun akhirnya Ia memutuskan untuk setidaknya menjaga hewan menjijikkan itu agar tetap hidup. Larva itu pun setiap waktu diberi maakn daun pohon ceri. 

Pahatan Sejarah Gemilang Timnas Indonesia Pernah Tumbangkan Jepang

Saat membersihkan kotoran yang ditinggalkan oleh makhluk itu, dia memperhatikan bahwa mereka memiliki bau harum yang menyenangkan dan hampir seketika terinspirasi untuk menyeduhnya menjadi teh. Sungguh ide gila, bukan?

Maruoka pun meyakini bahwa usahanya pasti membuahkan hasil bilamana ia mencoba menyeduhnya menjadi minuman. Sebab warnanya yang gelap serta aromanya yang harum dan menyenangkan akan menghadirkan sensasi baru dalam jenis teh itu. 

Eksperimen yang sukses ini mengilhami peniliti untuk mengeksplorasi jenis teh ini lebih jauh. Proyek teh Chu-hi-cha tidak terbatas pada kotoran ulat ngengat gipsi yang berasal dari daun pohon ceri, meskipun begitulah awalnya. 

Tsuyoshi Maruoka telah bereksperimen dengan sekitar 40 jenis tanaman dan 20 serangga dan larva, hasilnya sangat menggembirakan. Tetapi dengan ratusan ribu tumbuhan dan serangga di seluruh dunia, kombinasinya hampir tak ada habisnya. 

Maruoka mengklaim bahwa aroma dan rasa Chu-hi-cha berubah secara dramatis tergantung pada jenis tanaman dan serangga yang disilangkan. Tumbuhan mentah memiliki rasa sepat dan pahit yang dirancang untuk mencegah hewan mengonsumsinya. Tetapi beberapa serangga telah berevolusi untuk menetralkan rasa ini dengan bantuan enzim dalam system pencernaan mereka. 

Dalam bentuk kotoran, tanaman yang diproses tidak lagi sepat atau pahit dan menjadi sangat harum. Terinspirasi oleh penemunya, Tsuyoshi Maruoka memutuskan untuk membuat versi komersial, jadi dia baru-baru ini memposting kampanye crowdfunding di platform Camp-Fire Jepang. 

Dia telah melampaui target awalnya sebesar 1 juta ten ($7.800), dan dengan 11 hari tersisa, peneliti berada di jalur yang tepat untuk melampaui 2 juta yen ($15.600) dalam dana yang dijanjikan. Pendukung Camp-Fire akan menerima sampel dari dua varietas Chu-hi-cha yang tersedia saat ini “Sakura x Iraga” (berdasarkan daun pohon ceri) dan “Kuri x Omizuao” (berdasarkan daun kastanye). 

Menariknya, orang telah mengonsumsi teh yang terbuat dari kotoran ulat sutera yang berpesta daun teh selama ratusan tahun sebagai obat. Studi modern telah menunjukkan bahwa minuman tersebut merupakan sumber flavonoid bioaktif yang bagus. Namun, Chu-hi-cha adalah jenis teh komersial pertama yang terbuat dari kotoran ulat.

Jika Anda menganggap ide menyeduh the dari kotoran ulat bulu menjijikkan, Anda harus tahu bahwa beberapa jenis kopi termahal di dunia diseduh dari kotoran burung dan kotoran gajah.