Pertanian Organik, Solusi Kesejahteraan Petani di Tengah Krisis Iklim
- Muhammad Lutfi Hermansyah/Viva Jatim
Jatim – Direktur Aliansi Organis Indonesia (AOI) Pius Mulyono mengatakan bahwa saat ini mayoritas petani terlanjur bergantung pada benih, pupuk dan pestisida kimia yang harus mereka beli. Karena pupuk dan pestisida kimia menunjukkan efek yang instan terhadap tanaman. Padahal, penggunaan bahan kimia justru merusak tanah dan berbahaya bagi kesehatan.
Ia menilai bahwa pertanian organik merupakan solusi kesejahteraan petani di tengah ancaman krisis iklim. Dengan sistem organik itu, petani akan dibiasakan membuat benih, pupuk dan pestisida nabati sendiri. Cara memupuknya pun akan berubah haluan, dari yang semula memupuk tanaman berganti ke memupuk tanah.
Pernyataan itu disampaikan Pius, sapaan lekatnya, saat pelatihan Organic Youth Camp (OYC) 2023, yang dipusatkan di Vila Narwastu, Desa Claket, Kacamatan Pacet selama empat hari. Selasa, 21 Februari 2023.
"Dalam pertanian organik, petani membuat benih, pupuk dan pestisida nabati sendiri. Ujung-ujungnya membuat petani sejahtera. Selain itu, konsep pemupukan harus diubah, bukan memupuk tanaman, tapi memupuk tanahnya. Pupuk kimia membuat tanaman hijau, tapi tanahnya keras. Beda kalau kesuburan tanahnya dipulihkan, ditanami apapun pasti tumbuhnya bagus," ujar Pius.
Petani organik dari Wehasta Mojokerto, Cak Toko sempat membagikan pengalamannya. Menurutnya memang tidak mudah mengubah mindset para petani yang terlanjur bergantung pada pupuk dan pestisida kimia. Terlebih lagi pertanian organik butuh waktu cukup lama untuk mencapai hasil panen yang maksimal.
"Memang di awal, produktivitasnya [pertanian organik] agak menurun, sekitar 20 persen dibandingkan pertanian konvensional. Karena nutrisi tanah belum pulih sepenuhnya. Pengalaman saya butuh 3 tahun sampai tanah pulih dan hasilnya sama dengan pertanian konvensional," ungkapnya.
Namun, turunnya hasil panen di masa awal peralihan ke pertanian organik bisa ditutup dengan harga panen yang lebih tinggi. Selain itu, biaya tanam dan perawatan tanaman menjadi lebih rendah karena petani organik tak perlu membeli pupuk maupun pestisida kimia. Pupuk kandang atau kompos dan pestisida nabati sebagai gantinya.
"Apalagi kalau di setiap desa ada pengolahan sampah untuk pupuk kompos untuk memenuhi kebutuhan para petani organik," pungkasnya.
Pius meyakini, pertanian organik mampu menjawab tantangan krisis iklim yang saat ini tengah terjadi. Meskipun sebenarnya dirinya menyadari sektor pertanian menjadi salah satu penyumbang pemanasan global. Maka ia mendorong milenial untuk menjadi petani organik demi keberlangsungan pangan.
"Tujuannya para petani muda mempunyai pengetahuan tentang pertanian organik, kesadaran akan krisis iklim dan kemampuan berinovasi mengembangkan bisnis pertanian organik. Harapan kami, mereka dapat menerapkan dan menularkan semangat pertanian organik di daerah masing-masing," tandasnya.