Tenaga Ahli Pencegahan Terorisme: Wahabi Produk Politik Arab Saudi

Islah Bahrawi, Tenaga Ahli Pencegahan Terorisme Densus 88
Sumber :
  • Ibnu Abbas/Viva Jatim

Jatim – Tenaga Ahli Pencegahan Terorisme, Radikalisme dan Ekstremisme Densus 88 Mabes Polri, Islah Bahrawi menyebut bahwa aliran Wahabi yang berkembang pesat di Indonesia mulanya adalah produk politik kerajaan Arab Saudi. Bahkan tak segan Ia menyebut aliran dana dari kerajaan Arab Saudi untuk Wahabi sangat besar. 

Pemkot Surabaya Gandeng Kampus NU Unusa Kelola Bozem dan Taman di Tenggilis

“Wahabi ini adalah produk dari kepentingan politik keluarga Ibnu Saud (Raja Arab Saudi) pada masanya,” kata Gus Islah, sapaan lekatnya saat mengisi Peringatan 1 Abad NU di Sumenep, Kamis, 2 Februari 2023. 

Namun demikian, menurut Gus Islah, saat ini Kerajaan Arab Saudi sudah mulai berubah haluan. Jauh berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Bahkan Arab Saudi saat ini ingin melepaskan diri dari Wahabi. Karena memang keberadaanya telah membuat kehidupan sosial semakin berantakan. 

Minta Nasihat, Ketua TKD KIM Gresik Silaturahmi ke Ketua PCNU

“Bahkan dari saking ingin melepaskan diri dari Wahabi, sampai-sampai saat ini hari kemerdekaannya diubah. Yang awalnya merujuk kepada pertemuan Keluarga Ibnu Saud dengan Muhammad bin Abdul Wahab. Hari ini diubah ketika Keluarga Kerajaan Ibnu Saud ingin memerdekakan Arab Saudi,” terangnya. 

Upaya Arab Saudi mengubah hari kemerdekaannya itu, kata Gus Islah, karena mereka ingin melepas mitos politiknya dengan Wahabi. Secara bertahap dan pelan-pelan, paham Wahabi sudah mulai dilunturkan di negara asalnya. 

Respon PBNU soal Pendeta Gilbert yang Olok-olok Salat dan Zakat

Bukti lain bahwa aliran Wahabi adalah produk politik kerajaan Arab Saudi di masa silam adalah, saat ini semenjak Arab Saudi mengubah haluan, berbagai praktik-praktik ibadah yang sangat dilarang oleh Wahabi justru mulai diterapkan di Arab Saudi. 

“Kesadaran-kesadaran menghormati Nabi Muhammad SAW melalui ritual-ritual sudah mulai dibangun di Arab Saudi. Seperti halnya salah seorang Imam Besar di masjid sana sudah menyelipkan pujian kepada Nabi yang tertera dalam bait Shalawat Nabi di setiap doanya. Kalau suatu saat peringatan Maulid Nabi diperbolehkan di Arab Saudi, tentu aliran Wahabi yang ada di Indonesia akan kebingungan,” tegasnya. 

Lantas apakah penganut aliran Wahabi ini berani memprotes ke Raja Muhammad Bin Salman, menurut Gus Islah, tentu saja tidak. Karena mereka khawatir aliran dana yang sangat besar itu akan diputus. Sehingga apapun yang berkaitan dengan Gerakan Wahabisme Internasional, tak terkecuali di Indonesia, ada unsur materi atau uang di dalamnya. 

“[kepentingan] uang semua. Uang semua. Saya selalu menegaskan di media sosial bahwa Gerakan Wahabisme Internasional ini didukung kuat oleh aliran dana yang besar. Senilai 50 juta US Dolar per tahun. Bahkan mereka ini, kalau ada Muallaf, mereka datangi dan mereka tawarkan uang. Saya bertanggungjawab dengan data ini, silahkan kalau mau dilaporkan ke Polisi. Kita buka-bukaan di sana,” tegasnya. 

Ia pun tak henti mengingatkan akan bahaya aliran Wahabi. Keberadaanya seringkali membuat stabilitas kehidupan sosial terganggu. Peristiwa bom yang terjadi dimana-mana ada unsur Wahabi di dalamnya. Saling mengkafir-kafirkan hingga memicu pertikaian antar sesama terjadi karena ulah Wahabi.

“Kekuatan mereka ini uang. Dan uang itu yang kemudian digulirkan untuk membangun ideology-ideologi untuk melawan negara ini dan mengkafir-kafirkan kita semua. Saya tidak sedang menjelek-jelekkan aliran lain. Tetapi tolong jangan mengkafir-kafirkan sehingga memicu pertikaian dan kebencian. Ini masalahnya,” tegasnya. 

Untuk itu, Ia meminta agar masyarakat senantiasa meneguhkan diri dalam hal berbangsa dan bernegara. Salah satu organisasi sosial keagamaan yang selalu menanamkan kecintaan kepada tanah airnya adalah Nahdlatul Ulama (NU). Sebab sejak awal berdirinya hingga saat ini, NU tidak pernah mengkhianati bangsa dan negaranya sendiri. 

“NU ini adalah satu lembaga penting di Indonesia. Kalau NU tumbang, Indonesia tumbang. Ini benar. Kenapa? Karena NU tidak pernah mengajarkan kebencian-kebencian terhadap yang berbeda. Terpenting jangan sampai mengganggu hak orang lain,” pungkasnya.