9 Tanaman Pengganti Padi Digalakkan Pemkot Surabaya untuk Antisipasi El Nino
- Dokumen Humas Pemkot Surabaya
Surabaya, VIVA Jatim – Pemerintah Kota Surabaya kini tengah menggalakkan penanaman 9 bahan pangan pengganti padi. Itu dilakukan sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan sekaligus antisipasi menghadapi iklmi El Nino.
El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut atau SML di atas kondisi normal di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur, menurut penjelasan dari BMKG. Kondisi ini menyebabkan menurunnya curah hujan di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Kondisi ini berpengaruh pada produktivitas pertanian.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, penanaman 9 bahan pangan pengganti padi dilakukan dengan memanfaatkan lahan idle atau aset-aset tidur milik pemkot. Tentu saja padi tetap menjadi tanaman prioritas di lahan-lahan pertanian di Surabaya. Sembilan tanaman pengganti padi digalakkan sebagai antisipasi bila terjadi penurunan produksi gabah karena El Nino.
“Ada sembilan bahan pengganti padi. Kami juga menanam jagung, sagu, di lahan-lahan punya pemkot yang idle. Tapi kami juga berkoordinasi dengan daerah-daerah lain, karena memang wilayah pertaniannya lebih besar,” kata Eri dalam keterangan tertulis diterima VIVA Jatim, Minggu, 30 Juli 2023.
Pemkot Surabaya, lanjut politikus PDIP itu, juga memilik Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Salah satu tugas mereka adalah untuk mencegah atau mengantisipasi kenaikan harga pokok di pasaran. “Mulai [harga] cabai dan macam-macam,” jelas Eri.
Nah, untuk mencegah adanya kenaikan harga barang, Eri menyatakan bahwa Pemkot Surabaya menjalin kerjasama dengan sejumlah daerah penghasil bahan pokok. Kerjasama dilakukan untuk mendapatkan langsung bahan pokok dengan harga dari produsen.
"Untuk mencegah adanya kenaikan barang, maka kita melakukan kerjasama dengan daerah-daerah penghasil, seperti telur dengan Blitar, bawang putih dan merah dengan Nganjuk. Itu sudah kita lakukan," jelasnya.
Menurutnya, kerja sama dengan daerah lain ini dilakukan karena Kota Surabaya bukan daerah penghasil, melainkan pemakai. Ini dilakukan supaya Surabaya bisa mendapatkan harga lebih murah tanpa melalui tengkulak atau pihak ketiga. Sebab, Surabaya bukan
Tetapi, papar Eri, apabila harga bahan pokok di Surabaya mengalami kenaikan karena disebabkan pupuk atau cuaca, maka pemkot tidak bisa mencegahnya. Namun, jika kenaikan harga barang itu disebabkan faktor Bahan Bakar Minyak (BBM), maka pemkot akan melakukan subsidi.
“Tapi kalau pupuk naik dan menyebabkan harga tinggi, kami akan tetap mempertahankan harga kulaknya,” pungkas Eri.