Bambang Haryo Sebut Sumber Air Brantas Menyusut 70 Persen, Desak Pemerintah Ambil Tindakan
- Istimewa
Sidoarjo, VIVA Jatim – Politikus senior dari Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS), menyampaikan bahwa sumber air di Sungai Brantas saat ini menyusut hingga 70 persen. Padahal, air di sungai tersebut dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi pertanian, termasuk di Kabupaten Sidoarjo. BHS pun mendesak pemerintah segera menangani itu.
Desakan penyelamatan sumber air Sungai Brantas itu disampaikan BHS setelah adanya keluhan dari sejumlah petani di Sidoarjo yang mengalami kesulitan air untuk pertanian mereka. BHS kemudian melakukan pengecekan ke Bendungan Pintu Air Rolak Songo untuk mengetahui secara pasti benar tidaknya keluhan petani tersebut.
“Saya lihat sendiri ke Bendungan Pintu Air Rolak Songo, ternyata jumlah debit air memang terjadi penyusutan sangat besar, hanya bisa cukup untuk pengairan bila pengelolaan pintu air di hilir sungai diperhatikan agar air tidak terbuang percuma ke laut," kata BHS dalam keterangannya, Minggu, 8 Oktober 2023.
Legislator DPR RI periode 2014-2019 itu mengaku kemudian melakukan pengecekan di titik sumber air Brantas di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Berdasarkan hasil pengecekannya, diterima informasi bahwa memang terjadi penurunan titik sumber air Brantas yang sangat drastis sepanjang tahun 2005-2016.
“Sumber Air Brantas di tahun 2005 masih ada 200 titik, tahun 2011 menurun menjadi 150 titik. Di tahun 2015 menyusut lagi menjadi 102 titik dan saat ini sungguh sangat memprihatinkan, karena di tahun 2016 menurun hingga tinggal 57 titik sumber air," papar BHS.
Dewan Pakar DPP Partai Gerindra itu menambahkan, apabila tidak ada penanganan dan terjadi penyusutan kembali, dikhawatirkan pertanian, perikanan dan sumber air bersih di sebagian besar wilayah Jawa Timur akan gagal panen sehingga mempengaruhi ekonomi dan bahkan kehidupan masyarakat Jatim.
“Pemerintah pusat dan provinsi seharusnya menindaklanjuti untuk melakukan pencegahan akan terjadinya pengurangan titik sumber air Brantas, dengan mensterilkan wilayah titik sumber air tersebut jangan sampai tergusur oleh pertanian dan pemukiman dengan regulasi-regulasi yang ketat. Agar sumber air tidak mengalami penyusutan karena air merupakan sumber kehidupan," ungkap BHS.
Dia menjelaskan, air Brantas sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik untuk keperluan sehari-hari maupun pertanian dan perikanan. Kata BHS, sekira 30 persen dari penduduk Jatim menggantungkan hidup dari air Brantas. “Seperti wilayah Malang Raya, Kediri Raya, dan Surabaya Raya," tandasnya.
Pendiri BHS Peduli itu lantas membandingkan dengan pola pengelolaan sungai di Malaysia. Di negeri jiran itu, kata dia, pemerintah sangat serius memperhatikan sumber air yang ada. Untuk keperluan itu, Malaysia mengeluarkan aturan Movement Control Order (MCO) yang memantau semua pergerakan manusia, termasuk yang berhubungan dengan sumber air.
“Akhirnya Malaysia bisa meminimalisasikan penyusutan produksi air dari tahun 2008 ke 2017 hanya sebesar 1 persen saja. Sedangkan sumber air Brantas di Indonesia sudah terjadi penurunan lebih dari 70 persen dari tahun 2005 hingga 2016," kata BHS.
Dia berharap pemerintah lebih serius lagi dalam mempertahankan jumlah produksi sumber air di Indonesia, khususnya sumber air Brantas di Jawa Timur. Menurutnya, soal sumber air harus menjadi prioritas, bukan hanya menggalakkan pembangunan infrastruktunya seperti membangun waduk.
“Tetapi lebih bisa mengendalikan dan mempertahankan titik sumber air dari Sungai Brantas dan semua sungai yang ada di Indonesia, sekaligus menormalisasi semua aliran sungai sebagai pengganti waduk agar wilayah yang dilewati sungai tidak terjadi banjir,” ujar pria yang mendapatkan sematan Bapak Petani Sidoarjo itu.