Kasus Dugaan Malapraktik di RS Gatoel Mojokerto Berakhir Damai
- VIVA Jatim/M Lutfi Hermansyah
Mojokerto, VIVA Jatim - Kasus dugaan malapraktik di Rumah Sakit (RS) Gatoel Mojokerto dinyatakan telah berakhir. Pihak rumah sakit dan keluarga korban memilih sepakat berdamai.
Kedua pihak melakukan mediasi yang berlangsung di Polres Mojokerto Kota pada Selasa, 10 Oktober 2023. Tidak hanya disampaikan secara lisan, kasepakatan damai juga dilakukan secara tertulis 'hitam di atas putih' yang telah ditandatangani kedua belah pihak. Pihak kepolisan pun telah mengeluarkan surat penghentian penyelidikan pada 24 Oktober 2023.
Kemudian, kedua belah pihak melangsungkan pertemuan kembali pada Jumat, 3 November 2023 di Aula RS Gatoel. Pertemuan tersebut dihadiri korban, Nur Heni Solekah (35) beserta suaminya, Hery Santoso (40) dan Direktur RS Gatoel Wahjoe Harijanto didampingi jajarannya.
Hery mengatakan, kasus ini bergulir lantaran terjadi miss komunikasi atau kesalahpahaman saat istrinya berobat di IGD RS Gatoel.
"Karena ada miss komunikasi. Antara kita dengan pihak rumah sakit sudah sepakat saling memaafkan," katanya.
Sementara, Direktur RS Gatoel Wahjoe Harijanto menyatakan, setiap pasien yang berobat di IGD akan diberikan obat atau tindakan sesuai dengan indikasinya. Namun ketika itu, terjadi miss komunikasi antara pasien dan dokter.
Ia menyebut, miss komunikasi itu karena kondisi urgent di IGD. Setelah bertemu dan duduk bersama saat mediasi di kantor kepolisian, akhirnya dokter yang menangani dan pasien sama-sama memahami kesalahpahaman masing-masing. Keduanya sepakat bahwa hal ini dapat digunakan sebagai pembelajaran bersama.
"Kami dari pihak rumah sakit sesuai dengan visi-misi kami bahwa kami akan selalu meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. Kami terimakasih untuk setiap saran dan kritik untuk perbaikan mutu layanan rumah sakit," pungkas Wahjoe Harijanto.
Sebelumnya diberitakan, Hery Santoso melaporkan oknum dokter RS Gatoel ke Polres Mojokerto pada Senin, 25 September 2023. Ia membuat laporan lantaran oknum diduga melalukan malapraktik hingga menyebabkan istrinya mengalami alergi gatal-gatal di sekujur tubuh, wajah bengkak dan sesak napas. Itu setelah sang istri disuntik pereda nyeri jenis santagesik.
Kasus ini berawal ketika Heni menderita mual dan muntah sehingga datang ke IGD RS Gatoel pada Minggu, 24 September 2023 lalu sekitar pukul 08.30 WIB. Ketika itu, ia meminta disuntik obat pereda mual dan muntah, serta Vitamin C. Sebab biasanya, Heni sembuh setelah mendapatkan suntikan obat tersebut.
Ternyata, saat itu Heni juga disuntik pereda nyeri santagesik oleh dokter IGD RS Gatoel. Seketika perempuan warga Kelurahan Meri, Kranggan, Kota Mojokerto itu mengalami reaksi alergi gatal-gatal di sekujur tubuh, wajah bengkak, jantung berdebar dan sesak napas.
Heni pun memprotes keputusan dokter memberikan pereda nyeri santagesik tanpa lebih dulu menanyakan riwayat alerginya. Sebab selama ini dirinya alergi dengan santagesik. Selanjutnya ia disuntik obat antialergi sehingga gatal-gatal, wajah bengkak, jantung berdebar dan sesak napas yang ia alami reda.
Namun, belakangan diketahui Heni juga tidak memberitahu jika memiliki alergi terhadap obat tertentu.
Mendapati hal itu, pihak RS Gatoel langsung memberikan suntikan obat anti alergi. Kemudian berangsur angsur membaik dan dibawa pulang.
Usai dari rumah sakit Heni bersama suami pergi ke Lawang, Malang. Sesampainya disana, Heni kembali mengeluhkan gatal-gatal dan sesak nafas. Bahkan jantungnya berdebar kencang. Ia langsung dilarikan ke RSUD Malang. Hasil pemeriksaan dokter, istrinya mengalami alergi obat.
Di perjalanan pulang ke Mojokerto, rasa gatal dan sesak nafas kambuh lagi. Sehingga, kembali dilarikan ke RS Gatoel. Mereka tiba di RS Gatoel sekitar pukul 16.30 WIB. Disana, Heni langsung masuk IGD dan diberi obat anti alergi lagi oleh dokter yang berbeda. Kemudian dilakukan rawat inap.
Sang suami sempat meminta pertanggungjawaban kepada pihak rumah sakit dan dokter yang memeriksa pertama kali. Namun tak ada titik temu. Sehingga, ia memilih melaporkan kasus ini ke Polres Mojokerto Kota.
Ia melaporkan atas dugaan tindak pidana malpraktek sebagaimana Pasal 84 UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.