Butuh Waktu 14 Jam Pindahkan Prasasti Lawadan ke Museum Tulungagung
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Jatim – Prasasti Lawadan digunakan sebagai penanda Hari Jadi Tulungagung yang ke 818 tahun berhasil di boyong ke Museum Tulungagung. Tim Balai Pelestari Kebudayaan Wilayah II Jawa Timur membutuhkan waktu 14 jam hingga sampai ke Museum Wajakensis Tulungagung secara hati-hati.
Pamong Budaya Ahli Muda Balai Pelestari Kebudayaan Wilayah XI, Muhammad Ichwan mengungkapkan bahwa proses yang dilalui usai mendapat surat dari Dinas Kebudayaan Pariwisata Kabupaten Tulungagung, pihaknya diminta memfasilitasi pemindahan Prasasti Lawadan.
Lalu, tim berkoordinasi untuk melaksanakan pemindahan dariLokasi PT Industri Marmer Indonesia Tulungagung (IMIT) berada di Desa Besole yang beralamat di Jl. Raya Gamping Popoh Desa Besole, Kecamatan Besuki.
"Alhamdulillah mulai pagi setelah ada upacara doa bersama. Kemudian kami laksanakan mulai sekitar jam 9, berhasil kami keluar dari PT imip tadi sekitar habis magrib. Kita bawa ini sampai (Museum Tulungagung) jam 11 malam," ujar Muhammad Ichwan saat dikonfirmasi, Rabu, 14 November 2023.
Menurutnya, dalam proses pemindahan tim sangat memperhatikan keamanan objek, lantaran sudah ada retakan-retakan yang terjadi sudah sedari lama. Sebelum dipindahkan, tim mendokumentasikan serta memberi pelapis berupa kardus dan keset kain tebal serta mengangkat menggunakan forklit.
"Kami bawa menggunakan pick up dengan kecepatan 30 sampai 40 km/jam. Kalau berat sekitar kurang lebih 1 ton," terangnya.
Perihal rekomendasi dari BPK Wilayah XI, ia mengembalikan kepada Dinas Pariwisata dan Pemerintah Kabupaten Tulungagung. Pasalnya, saat ini sudah aman dan lebih bermanfaat jika ditaruh di Museum mapun di wilayah Pendopo Kongasarum Kusumaningbongso Tulungagung. Yang terpenting di lokasi yang aman dan terlindungi dari cuaca maupun lainnya.
Senada, Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Tulungagung, Triono mengungkapkan dirinya sudah berusaha mendekati dan mediasai dengan PT IMIT sedari tahun 2007-2008. Saat itu dirinya belum berada di TACB, masih dalam sebuah komunitas pelestari kebudayaan.
"Waktu itu sama komunitas, pak bupati era Heru, Syahri tidak bisa bergerak membuahkan hasil. Karena punya tekat yang sangat kuat kami mendesak, akhirnya alhamdulillah bisa dibawa ke sini," paparnya.
Awal-awal bisa masuk, Triono sangat prihatin melihat kondisi prasasti yang menjadi awal penanda Tulungagung ini. Meski sudah diletakkan di lokasi yag teduh dengan atap dan bangunan permanen, namun tak jauh dari lokasi ramai lalu lalang aktifitas pekerja marmer.
Perihal rekomendasi yang ia berikan, bisa dibuat replika yang bisa diletakkkan di lingkungan Penopo Tulungagung. Sebab, saat ada tamu mapun masyarakat bisa dengan mudah mengetahui benda bersejarah bagi kota marmer ini. Sedangkan untuk yang asli, bisa lebih aman dan perawatanya mudah bila diletakkan di museum.
"Kalau dibawa ke pendopo itu loh kan lebih bagus, sehingga akses masyarakat semua orang akan melihat. Oh ini cikal bakalnya Tulungagung itu ini bukti otentiknya," tandasnya.