Apa Itu Egg Banking? Metode Amankan Reproduksi Perempuan untuk Masa Depan
- Viva Jatim/M Dofir
Surabaya, VIVA Jatim – Para perempuan sebaiknya mulai berpikir untuk menyimpan sel telurnya demi mempertahankan reproduksi di masa mendatang selagi dalam kondisi sehat. Karena ternyata, kasus infertilitas atau gangguan kesuburan banyak dialami oleh kaum hawa.
Pada April 2023 lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, sekitar 17,5 persen dari populasi orang dewasa global tergolong tak subur dan angka itu meningkat tiap tahun. Diperkirakan 35 persen ketidaksuburan disebabkan oleh perempuan dan 30 persen laki-laki. Sisanya dipicu oleh kombinasi atau sebab yang tidak diketahui.
Dr Ivan Rizal Sini, selaku CEO dan Founder Morula IVF Indonesia mengungkapkan, metode penyimpanan sel telur perempuan ini dikenal dengan istilah egg banking. Yaitu prosedur pengambilan gamet atau sel telur yang kondisinya sehat, kemudian sel telur itu dibekukan dan disimpan untuk digunakan di masa depan ketika perempuan tersebut telah menikah dan siap hamil.
"Sebenarnya ini sudah dikerjakan cukup lama dengan teknologi yang sudah advance. Terutama di program yang kita kenal dengan bayi tabung," ungkapnya, Sabtu, 23 Maret 2024.
Ia menyampaikan, egg banking menjadi solusi tepat bagi perempuan untuk mempertahankan reproduksinya sebelum mengalami indikasi gangguan kesuburan. Satu diantaranya disebabkan oleh penyakit kanker.
Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia Dr Brahmana Askandar menyebut, kanker banyak diidap oleh perempuan berusia di atas 50 tahunan.
Meski begitu, jumlah perempuan dalam usia produktif juga tak sedikit mengidap penyakit ini. Bahkan kata dia, kanker indung telur bisa menyerang perempuan sejak usia 8 tahun.
"Nah artinya ada kesempatan siapa tahu bisa egg banking, maka ini adalah hope new hope untuk penderita kanker," lanjutnya.
Profesor Budi Santoso menyampaikan, metode egg banking bisa diterapkan pada perempuan di segala usia, baik saat masa prepubertal maupun pascapubertal.
Pada pascapubertal, pasien cukup distimulasi dengan obat-obatan karena gonadotropin atau hormon yang diproduksi oleh aktivitas sel pada ovarium sudah bisa merespon dengan baik. Selanjutnya sel telur yang sudah berukuran besar akan dipanen melalui prosedur operasi untuk mengambil langsung sel telur dari ovarium. Tindakan ini disebut dengan ovum pick-up.
"Yang prepubertal ini tidak bisa dilakukan stimulasi, ini tidak bisa. Maka salah satunya ya [diambil] adalah jaringannya, tissues-nya kemudian diambil, disimpan beku. Itu yang bisa dilakukan," katanya.
Namun usia yang paling disarankan untuk menjalani prosedur egg banking adalah antara 20 hingga 35 tahun, dimana sel telur pada usia ini biasanya berada dalam kondisi terbaik.
Dari sisi teknologi, Profesor Arief Boediono menuturkan, sel telur yang diambil tersebut akan disimpan dalam tabung dengan suhu minus 196 derajat celcius agar bisa dipertahankan dengan baik hingga sampai pada waktunya kembali diambil untuk siap dipertemukan dengan sel sperma di luar rahim pada program In vitro fertilization (IVF) atau yang lebih umum dikenal dengan nama bayi tabung.
Sel telur yang disimpan tidak ada batasan waktu penyimpanan karena kualitas sel telur tersebut setidaknya dapat dipertahankan 80 sampai 90 persen dengan kondisi yang sama seperti saat dibekukan.
"Mengenai lamanya itu tak terhingga selama itu disimpan minus 196 derajat celcius," singkat dia.
Di kesempatan yang sama, Dr Benediktus Arifin memaparkan, ada dua hal yang mendorong perempuan perlu menjalani metode egg banking. Yang pertama kata dia, karena faktor medis yakni adanya indikasi gangguan kesuburan yang salah satu disebabkan oleh penyakit seperti kanker.
Dan yang kedua faktor sosial. Dimana banyak perempuan yang lebih memilih menunda punya momongan karena alasan karir.
"Mungkin di usia-usia 35 tahun, terus pasangan ini belum pingin punya anak dulu. Kemudian dia menyimpan sel telurnya, baru setelah selesai, sudah menikah. Baru menggunakan sel telurnya," ucapnya.
Di negara-negara maju, dikatakannya, egg banking telah menjadi pilihan bagi sebagian besar wanita karir. Dan hal ini semakin trending bagi pasangan suami istri untuk mengatur kapan saatnya harus punya anak.
Perilaku ini rupanya menular ke tanah air. Di Surabaya, dokter yang biasa disapa Beny ini, mengaku sudah beberapa kali melayani pasien perempuan berusia 40 tahun ke atas yang baru menikah dan menyimpan sel telurnya sebagai persiapan di masa mendatang.
"Menjadi pilihan bagi wanita yang ingin menyelamatkan sel-sel telurnya sebelum dia tua," tandasnya.