Cerita Penyandang Tunanetra di Surabaya, yang Menolak Menyerah Mewujudkan Kebahagiaan
- Imron Saputra/Viva Jatim
Surabaya, VIVA Jatim –Terlahir dalam keadaan tunanetra, tidak menjadi halangan bagi Tutus Setiawan untuk terus membantu sesama manusia terlebih bagi orang-orang yang berstatus tunanetra sama seperti dirinya.
Menurut peraih SATU Indonesia Awaeds dari PT Astra International itu, menjadi tunanetra tentunya akan menghadapi banyak hambatan dan ujian dalam menjalani kehidupan, serta menjadikan beban bagi mereka begitulah stigma di masyarakat yang seringkali membuat pedih di hati dan membuat beban tersebut bertambah.
Namun 8 tahun lalu, pria yang berusia 35 ini mulai memikirkan kemajuan teman-teman sesama tunanetra dan tepat pada tahun 2013 ia mendirikan sebuah komunitas yang menangani orang-orang penyandang disabilitas dan tunanetra di wilayah Surabaya.
“Saya mendirikan komunitas ini sejak tahun 2003. Waktu itu saya masih kuliah. Saya melihat permasalahan teman-teman disabilitas tunanetra di Surabaya ini sangat banyak dan akhirnya komunitas ini jadi dan terbentuk," kata Tutus Setiawan.
Tutus Setiawan menjelaskan, dibentuknya komunikasi ini karena adanya diskriminasi yang ia alami dan sesama rekan tunanetra serta penyandang disabilitas.
Setelah itu, ia mengajak 4 orang temannya sesama tunanetra, yakni Sugi Hermanto, Atung Yunarto, Tantri Maharani dan Yoto Pribadi untuk mendirikan Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT). Lembaga itu menjadi wadah bagi tunanetra di Surabaya untuk terus belajar dan berlatih meningkatkan kemampuannya agar bisa eksis di masyarakat.
Dengan adanya lembaga ini, tutus ingin mendobrak stigma masyarakat bahwa penyandang disabilitas tuna netra tidak hanya bisa bekerja di sektor informal seperti tukang pijat, menjadi guru atau pemain musik.