Bayar Pajak Bisa Sekaligus Niat Zakat?

Komisi Fatwa MUI Jatim, Agus H Zahro Wardi.
Sumber :
  • Viva Jatim/Madchan Jazuli

"Pajak yang dibebankan pemerintah kepada warga negara Indonesia siapapun dan agama apapun," imbuhnya.

Perihal istilah Jizyah, ia mengulas ada yang mengatakan bahwa pajak adalah jizyah mengacu kepada Surat At-Taubah ayat 29. Padahal menurutnya, sangat berbeda, jizyah bukan pajak bukan pula zakat.

Gus Zahro merinci ada empat kategori kafir, yakni kafir dzimmi (non muslim yang dilindungi dengan imbalan pajak kepala atau jizyah), kafir harbi (non-Muslim yang diperangi). Selanjutnya ada  kafir mu'ahad (non-Muslim dengan perjanjian, tanpa keharusan bayar jizyah), serta kafir musta'man (non-Muslim bukan warga yang dijamin keamanannya).

Dirinya Zahro menegaskan, saat ini di semua belahan dunia tidak ada satupun Negara Islam. Yang ada adalah nation state, artinya negara bangsa. Sehingga saat ini tidak ada kafir dzimmi, Kafir Mu'ahad, Kafir Musta'man, termasuk juga tidak ada lagi Kafir Harbi.

"Sementara jizyah ini dibebankan kepada kafir dzimmi, saat ini tentu termasuk Indonesia non muslim yang ada di Indonesia tentu bukan kafir dzimmi. Oleh karena itu jizyah ini sudah tidak ada lagi," paparnya.

Menyoal pertanyaan apakah tidak bisa beban muslimin ini dijadikan 1 dengan pajak? Gus Zahro menuturkan bisa saja. Akan tetapi dengan cara pembuat regulasi baik pemerintah maupun DPR RI duduk bersama. Lantas, yang disebut dengan pajak bisa diregulasi kan khusus untuk orang Islam itu adalah sekaligus untuk menunaikan zakat.

"Nah ini baru nanti bisa disebut bisa saja zakat adalah pajak. Tapi sekali lagi, untuk sekarang ini tidak bisa nah itu yang bisa," tutupnya.