Bertolak Belakang dengan Program Hilirisasi, PP 28/2024 Dinilai Ancaman Serius bagi IHT

FGD tentang PP 28/2024 di Surabaya
Sumber :
  • Rahmat Fajar

Surabaya, VIVA Jatim-Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang kesehatan yang mengatur Industri Hasil Tembakau (IHT) terus mendapatkan penolakan sejumlah pihak, terutama para pelaku industri rokok. Pasalnya, PP 28/2024 dinilai sangat mengancam ekosistem industri rokok dan tembakau.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami menegaskan PP 28/2024 akan mematikan industri rokok. Berbagai pasal di dalamnya dinilai merugikan para pelaku industri.

"Harapan kami, produksi hasil tembakau bisa tertolong," ujar Sulami saat menyampaikan materi dalam Focus Group Discussion dengan tema “ Masa Depan Industri Hasil Tembakau di Era Prabowo-Gibran” yang digelar oleh Jurnalis Ekonomi-Bisnis Surabaya (JEBS) di Surabaya, Senin, 2 Desember 2024.

Sulami menemukan terjadinya over regulasi dalam IHT. Dan mayoritas peraturan tentang IHT yaitu pembatasan bahkan cenderung kepada pelarangan terhadap aktivitas tertentu seperti yang ada pada PP 28/2024. Menurutnya IHT diatur lebih dari 500 regulasi yang diterbitkan berbagai kementerian dan lembaga negara.

Ratusan regulasi yang diperuntukkan untuk IHT ini, kata Sulami, membuat industri ini sulit bergerak. Menurutnya PP 28/2024 tidak memberikan keadilan bagi IHT karena hanya memandang satu sisi saja yakni kesehatan.

Padahal, Sulami menegaskan kontribusi IHT kepada negara sangat luar biasa. Di antaranya menjadi sumber terciptanya lapangan kerja yang mencapai 5,98 juta. Selain itu, IHT juga menyumbang devisa negara yang tidak sedikit.

"Seharusnya dilindungi. Kami tidak pernah dilindungi oleh pemerintah," katanya.

Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB) Prof Candra Fajri Ananda mengatakan IHT memang perlu dilindungi karena perannya yang besar. IHT, kata Prof Chandra, menyumbang sangat besar terhadap pemasukan negara.

Prof Candra mengungkapkan PP 28/2024 mengatur tiga aspek, yaitu pembatasan kadar nikotin, standarisasi kemasan (plain Packaging) dan larangan iklan dan promosi. Ketiga aspek tersebut memberikan dampak negatif cukup besar terhadap IHT.

Pembatasan kadar tar dan nikotin yang cukup rendah dinilai dapat berdampak buruk terhadap petani tembakau Indonesia. Pasalnya, tembakau lokal umumnya memiliki kadar nikotin yang tinggi. Dengan demikian maka, industri harus mengimpor tembakau dengan kadar nikotin rendah.

Hal tersebut jelas akan mematikan petani tembaka lokal. Selain itu, kebijakan kemasan polos juga akan memberikan jalan bagi rokok ilegal untuk terus menjamur di masyarakat.

Mematikan petani tembakau lokal karena dampak kebijakan, menurut Prof Chandra bertentangan dengan Presiden Prabowo Subianto sebagai pengagum sosialis. Tampak Prabowo akan melindungi kaum miskin lewat berbagai programnya dan mayoritas program tersebut membutuhkan sumber pendapatan yang sangat besar seperti makan siang gratis.

"Subsidi besar banget dan semuanya menjadi beban APBN. 80 persen janji-janjinya adalah janji belanja. Maka harusnya sumber APBN harus diamankan, termasuk IHT melalui Cukai Hasil Tembakau yang disetorkan kepada negara,” katanya.

Tim Revitalisasi Tembakau Jatim Cipto Budiono menegaskan bahwa PP28/2024 ini sangat bertentangan dengan semangat yang digaungkan oleh Prabowo yang sangat menekankan hilirisasi. Menurutnya, IHT merupakan contoh hilirisasi yang lengkap dan komplit yang sudah sangat lama dilakukan.

"Mulai dari bahannya, bahan tambahannya hingga tenaga kerja dan industrinya ada dalam negeri. Kalau ingin menekankan hilirisasi, maka IHT jangan sekali-kali diganggu tetapi dengan PP 28/2024 ini justru bertentangan dengan visi pak Prabowo,” kata Cipto.

Ia menegaskan jika ketentuan nikotin rendah ini dipaksa berlaku, maka bisa dipastikan rokok hampir tidak bisa diproduksi di dalam negeri atau dengan mengekspor bahan tembakau yang dibutuhkan. Ketergantungan pada tembakau impor akan terjadi.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono berjanji akan memperjuangkan aspirasi dari para pelaku industri rokok. Ia mengakui terjadi over regulasi dalam IHT. Dan ia melihat banyak dampak negatif dari PP 28/2024 di antaranya meningkatkan pasar gelap, narkoba dan perdagangan ilegal.

"Juga berdampak ke ekonomi petani," kata BHS, panggilan akrabnya.

BHS berjanji akan mensupport terhadap keberlangsungan IHT. Karena itu, BHS juga menolak PP 28/2024 karena dinilai sangat merugikan IHT.

“Padahal pak Prabowo punya target serapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi naik 8 persen. Sehingga ini perlu dukungan dari industri rokok,” pungkasnya.

Sejumlah panelis ikut memberikan pendapatnya dalam FGD ini, diantaranya Ketua Kadin Jatim Adik Dwi Putranto, Kepala Kanwil Bea dan Cukai Jawa Timur, Untung Basuki, Ketua APTI (Asosiasi Petani Tembakau Indonesia) Jatim K. Mudi dan Tim Revitalisasi Tembakau Jatim, Cipto Budiono dan Zainal Abidin, Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim Aftabuddin RZ, Ketua FORMASI (Forum Masyarakat Industri Rokok) Heru Susianto dan Ketua FSP RTMM SPSI (Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman - Serikat pekerja Seluruh Indonesia) Jatim, Purnomo.