Masjid KH Hasan Mimbar, Saksi Sejarah Penyebaran Islam di Tulungagung 1727
- Madchan Jazuli/ Jatim Viva
Jatim –Penyebaran agama islam di Tanah Jawa tidak lepas dari peran para ulama dan merupakan keturunan kerajaan. Salah satunya di Tulungagung, ada sosok KH Ageng Raden Hasan Mimbar, sosok penyebar agama islam pada tahun 1727 silam, yang memiliki peninggalan Masjid KH Hasan Mimbar.
Masuk ke area masjid terasa sejuk dan klasik. Pasalnya gapura terbentuk seperti tugu kerajaan dan bangunan depan seperti balai pertemuan zaman dahulu. Unik dan simple karena atap berbentuk seperti limas dan cukup pendek. Tampak beberapa orang yang sedang melepas penat bekerja, singgah untuk sholat dan beristirahat.
Salah satu keturunan KH Ageng Raden Hasan Mimbar ke-7, Gus Muhammad Ali Shodiq mengungkapkan, KH Hasan Mimbar merupakan keturunan dari Kiai Ageng Derpoyudo, Kiai Ageng Derpoyudo merupakan putra dari Kyai Ageng Wiroyudo. Silsilahnya bersambung sampai Panembahan Senopati alias Danan Sutwijoyo alias Raden Ngabehi loring pasar raja ke-I Kerajaan Mataram.
"Pada tahun 1727, perkiraan umur remaja mendapat mandat dari kerajaan untuk
untuk menyebarkan syariat Islam. Laly, hukum waris, hukum nikah dan semua hukum yang ada di lapisan itu di Kadipaten Ngrowo," beber Gus Muhammad Ali Shodiq, Senin, 27 Maret 2023.
Mendapat mandat tersebut, membuat KH Hasan Mimbar memiliki semangat misi menyebarkan dakwah di bumi Kota Marmer. Waktu itu, beliau tidak hanya sendiri, melainkan bersama para pengikut yang banyak. Termasuk juga beliau orang yang punya kedekatan dengan keraton, serta memang pada waktu itu di Kadipaten Ngrowo banyak tersebar Islam.
"Memang beberapa tokoh lain ada makam ulama di situ juga merupakan salah juga ada penyebar Islam melalui jalur non resmi. Kalau Mbah Hasan Mimbar itu dengan metode yang luar biasa, waktu itu langsung bisa diterima oleh masyarakat," terangnya.
Dikatakan Gus Ali, KH Hasan Mimbar misi dakwah juga dengan membawa sebuah pusaka yang bernama Kiai Golok. Pusaka tersebut jika dimasa sekarang seperti tingkat komando militer. Dimana setiap tahun dilakun prosesi jamasan dengan membacakan sholawat dan lain sebagainya.
Pria yang hobi mengkoleksi ratusan uang kertas kuno ini menambahkan, cara menjamas pusaka Kiai Golok secara keilmuan ahli pusaka itu dari meteor. Sebab, pusaka tidak pernah kena air berneda dengan lainnya yang bisa digosok.
"Hanya dikasih asap minyak ratus Arab, lalu dibacakan sholawat itu saja sudah. Sebenernya shalawat di situ syiarnya bukan prosesi jamasan," terangnya.
Masjid Al-Mimbar secara struktur menurut Gus Ali merupakan peninggalan sejarah. Penataan tidak jauh berbeda seperti di Pendopo Tulungagung. Ada masjid di sisi barat, di sebelah utara tak jauh ada kantor Desa Majan, serta di tengah ada taman.
Ada 3 lokasi yang berbeda di masjid yang memiliki menara menjulang tinggi ini. Satu tempat merupakan masjid utama, masjid tengah dan ada balai seperti di Pendopo Kongas Arum Kusumaningbongso.
Di depan imaman masjid, makam KH Hasan Mimbar bersama sang istri tercinta dikebumikan. Ada dua makam umum dan Makam Sentono, Makam Sentono adalah makam khusus bagi keturunan KH Hasan Mimbar.
Kunjungan peziarah cukup banyak dihari-hari tertentu. Menurut Gus Ali, sebagian besar yang berziarah adalah keturunan KH Hasan Mimbar yang sudah beranak pinak tersebar disegala penjuru. Tidak hanya di Tulungagung, melainkan di luar Jawa Timur banyak berziarah.
Ditambah lagi, kunjungan ziarah Ini banyak oleh ahli waris atau anak keturunan keturunan ada ribuan. Keluarga yang garis keturunan dengN beliau tidak sedikit yang mngampu pondok, masjid dan mempunyai jamaah.
"Bedanya yang dengan lain sini itu putra-putrinya ada dimana-mana. Mereka punya majelis, pesantren dan ada yang ulama, umaro, jadi gubernur jadi bupati jadi watimpres, TNI, maupun Polri," ulasnya.
Perihal yang masih dipertahankan, pihaknya mengaku amalan setiap Jum'at, Pembacaan Ratib, pengajian kitab, acara tahunan Haul Jami' Al Jawami' (mendoakan seluruh keturunan dan selain keturunan kerajaan). Tidak hanya itu, acara Maulid dan prosesi jamasan Kiai Golok.