Jaksa Kejari Surabaya Resmi Kasasi Vonis Bebas Ronald Tannur
- Nur Faishal/Viva Jatim
Surabaya, VIVA Jatim – Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya resmi mengajukan kasasi atas vonis bebas terdakwa kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin, 5 Agustus 2024.
Berkas pengajuan kasasi diserahkan oleh Akhmad Muzakki selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke ruangan Sentra Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Surabaya sekitar pukul 09.00 WIB.
Hanya saja saat ditanya wartawan, Muzakki tak memberikan keterangan apa pun dan hanya menyampaikan bila semua keterangan pers akan diberikan oleh Kepala Sie Intelijen Kejari Surabaya Putu Arya Wibisana.
Sementara itu, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jatim Agustian Sunaryo mengatakan, setelah jaksa melakukan pendaftaran upaya hukum kasasi, maka pihaknya akan melakukan ekspose untuk menentukan materi memori kasasi.
"Setelah kasasi resmi kita daftarkan maka kita memiliki waktu 14 hari untuk menyerahkan memori kasasi. Nanti ini kita akan melakukan ekspose terlebih dahulu," katanya.
Ia menyampaikan, dalam memori kasasi tidak ada bukti baru yang dilampirkan. Pihaknya hanya fokus pada bukti-bukti yang jaksa ajukan di persidangan sebelumnya karena dianggap tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim yang diketuai, Erintuah Damanik.
"Jadi bukti-bukti yang sudah ada, fakta-fakta persidangan yang tidak dipertimbangkan oleh hakim dalam putusannya itu saja," ujarnya.
Agustian menambahkan, poin dalam memori kasasi adalah bahwa pihak JPU tidak sependapat dengan vonis hakim, karena sejak awal pihaknya sudah melakukan ekspose dari hasil CCTV, hasil keterangan ahli, dan dari visum.
Dari alat bukti itu diketahui bahwa adanya lindasan di organ hati dan juga tulang iga parah. Juga keterangan saksi-saksi yang ada tempat kejadian.
"Dan pasal-pasal pun sudah kita lapis, jadi mulai pembunuhan, penganiayaan dan juga kelalaian yang menyebabkan korban meninggal dunia. Jadi pasal sudah berlapis," tandasnya.
Aspidum menambahkan, dalam memori kasasi juga disebutkan bahwa hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya dan menafsirkan sendiri dan tidak berdasar alat bukti yang dihadirkan di persidangan.
"Ada bukti ahli kedokteran forensik yang mengatakan bahwa ada hati yang terlindas dan juga tulang rusuk atau iga patah itu semua diabaikan oleh hakim," tutupnya.