Tuntut Keadilan, Nenek Saripah Nekat Telanjang Bulat di PN Tuban Sambil Panggil Jokowi
- Imron Saputra/Viva Jatim
Tuban, VIVA Jatim –Seorang Nenek bernama Saripah asal Desa Tobo, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban nekat telanjang bulat di depan Pengadilan Negeri Tuban, Jalan Veteran.
Tak hanya melepas seluruh pakaian yang dikenakan, Nenek Saripah juga memanggil-manggil nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) sambil meminta keadilan.
Aksi nekat tersebut dilakukan Saripah karena dirinya tak ingin tanah peninggalan suaminya Almarhum Ngadjiran yang kini dimilikinya itu diduga hendak dikuasai oleh pihak penggugat.
Pihak penggugat mengklaim telah mengantongi sertifikat hak milik (SHM) atas tanah tersebut, padahal ia dan suaminya merasa tidak pernah menjual kepada siapapun termasuk kepada Haji Konsul Hariyadi selaku penggugat.
Selain itu, Saripah mengaku kaget lantaran pihak penggugat mengklaim tanah tersebut. Tanah sekarang ini, kata Saripah yang menjadi objek gugatan itu, kata Saripah, merupakan tanah peninggalan suaminya yang diperoleh dari orang tuanya, yakni Almarhumah Manis pada tahun 1980.
"Saya ditawari pada saat mediasi tadi katanya diselesaikan secara kekeluargaan, kalau tanah saya mau dibagi dua. Ini namanya perampasan," kata Saripah kepada Viva Jatim pada Selasa, 10 September 2024.
Saripah mengatakan, dulu tanah yang sekarang menjadi objek sengketa oleh suaminya sempat mau mengurus sertifikat, namun suami keburu meninggal. Meski begitu namun Saripah tetap memiliki akta hibah tanah tersebut.
Untuk itu, Mbah Saripah berharap kepada Presiden Joko Widodo dan pihak Pemerintah Kabupaten Tuban agar turun tangan mengusut tuntas atas terbitnya SHM yang dipegang oleh pihak penggugat.
Juru Bicara PN Tuban, Rizki Yanuar mengaku jika aksi keributan semacam itu merupakan hal yang biasa dalam penanganan perkara. Apalagi yang membuat kegaduhan tersebut merupakan masyarakat awam.
Dalam perkara yang dihadapi. Saripah dan ahli warisnya digugat oleh ahli waris dari Haji Konsul Hariyadi, yaitu Afton Afianto Warga Desa Mangunsari, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung melalui kuasa hukumnya, Mohammad Saifudin. Gugatan tersebut teregister dengan nomor perkara 31/Pdt.G/2024/PN Tbn. Klasifikasinya perbuatan melawan hukum.
"Iya tadi ada ribut-ribut, tapi biasa lah itu dinamika dalam penanganan perkara. Apalagi masyarakat awam, mungkin juga pengaruh psikologis," kata Rizki.
Sebelumnya penggugat maupun tergugat sempat memasuki ruang sidang. Dalam kesempatan itu, majelis hakim menyampaikan bahwa kedua belah pihak wajib melakukan upaya mediasi terlebih dahulu, sesuai ketentuan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 tahun 2016.
"Jika dalam mediasi itu gagal, berarti perkaranya dilanjutkan. Tetapi, selama perkara itu berjalan sebelum ada putusan, maka masih dimungkinkan untuk dilaksanakan perdamaian," pungkasnya.