Arkeolog Temukan Bata Berukir Sulur saat Ekskavasi Situs Kumitir di Mojokerto

Tim arkeolog dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah mendapat sejumlah temuan anyar di Situs Kumitir salah satunya batu bata berukir sulur.
Sumber :
  • M Lutfi Hermansyah/Viva Jatim

Mojokerto, VIVA Jatim –Tim arkeolog dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jatim mendapat sejumlah temuan anyar di Situs Kumitir pada ekskavasi Istana Bhre Wengker tahun 2024 ini. Salah satunya batu bata berukir sulur

Ketua Tim Ekskavasi Situs Kumitir Muhammad Ichwan mengatakan, ekskavasi kali ini difokus di 4 titik area situs. Pertama, di bagian utara Situs Kumitir untuk menemukan talud yang mengarah ke timur. 

“Sisi utara kita dapatkan bagian talud tapi hanya beberapa lapis saja. Hanya terlihat tapak beberapa meter. Namun kondisinya sudah rusak. Masih kita kejar ke arah timur,” katanya kepada wartawan di lokasi ekskavasi, Jumat, 27 September 2024. 

Titik kedua dan ketiga berada di bagian talud sisi barat. Penggalian ini untuk menampakkan kelanjutan talud ke arat selatan. Menurut Ichwan, sudutan struktur talud di barat daya sudah pernah tertampakkan pada ekskvasi sebelumnya. 

“Disisi selatan, kita dapatkan bagian talud barat sekitar lima lapis. Kita dapatkan di kedalaman kurang lebih 220 cm dari permukaan tanah,” ungkap Ichwan. 

Kemudian titik keempat berada di depan area makam Mbah Musthofa. Di tempat ini, tim mendapatkan struktur dengan panjang sementara 3 meter lebih. Struktur ini tersusun 12 lapis batu bata merah kuni. 

Ichwan memastikan, struktur tersebut bukan bagian dari talud sisi barat. Namun, berada di area komplek Istana Bhre Wengker. “Sementara ini masih proses seberapa lebar atau seberapa panjangnya,” katanya. 

Menariknya, tim penggalian juga menemukan dua batu bata kuno berukir sulur. Bata tersebut ditemukan di kedalam 80 cm bercampur dengan st reruntuhan struktur. Satu batu bata masih terlihat utuh dengan 23 x 25 cm. Satunya lagi, sudah tak utuh. 

Ichwan menuturkan, batu bata berelief sulur itu diperkiran peninggal Kerajaan Majapahit. Sebab, batu bata dengan ukiran sulur kerap digunakan Majaphit maupun era Kerajaan sebelumnya. 

“Tidak hanya Majapahit, sebelum masa Majaphit sudah ada. Namun bisa dipastikan ini peninggalannya masa siapa karena kita belum melakukan pengamatan, masih pendataan,” terang Ichwan. 

Ekskavasi ini dimulai 20 September hingga 9 Oktober 2024. Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional juga diterjunkan ke lokasi. Tujannya untuk meneliti lapisan tanah dan temuan struktur Situs Kumitir. 

“BRIN membantu dalam hal lapisan tanah. Mungkin bisa mendukung kronologi dan penanggalan. Saat ini mereka sedang bekerja,” papar Ichwan. 

Situs Kumitir ditemukan pada 20 Juni 2019, kemudian mulai diekskavasi (digali) pada Oktober 2019. Ekskavasi berhasil menyingkap adanya struktur talud.

Lalu pada Agustus-September 2020, Situs Kumitir kembali diekskavasi, berangkat dari hipotesis keberadaan tempat pendharmaan untuk Mahesa Cempaka. 

Dari hasil ekskavasi tahap kedua, muncul interpretasi bahwa Situs Kumitir merupakan bekas bangunan istana Bhre Wengker. Interpretasi itu berdasarkan hasil ekskavasi tahap kedua yang dipadukan dengan keterangan naskah kuno, peta dan legenda zaman Belanda.

Istana Bhre Wengker yang ditemukan di Kumitir berfungsi sebagai tempat persinggahan saat hendak menghadap raja maupun saat bertugas di Kotaraja. 

Penguasa kerajaan Wengker bergelar Wijayarajasa tersebut adalah suami dari Rani Daha. Dia merupakan menantu pendiri Majapahit, Raden Wijaya, sekaligus paman dari Hayam Wuruk. Sebagai raja bawahan sekaligus kerabat bangsawan Majapahit, Bhre Wengker diyakini memiliki tempat persinggahan di lingkungan Kotaraja.

Ekskavasi tahap ketiga pada Maret 2021, kian memperkuat interpretasi sebelumnya, dimana Situs Kumitir sebagai jejak istana Bhre Wengker. 

Interpretasi Situs Kumitir sebagai jejak istana Bhre Wengker bukan hanya menambah deretan peninggalan Majapahit yang berhasil ditemukan. Selain koleksi arkeologis, penemuan istana bangsawan Majapahit di Kumitir juga membangkitkan gairah penelitian tentang sistem tata kota Kerajaan Majapahit.

Sketsa rekonstruksi Kotaraja Majapahit sebelumnya pernah disusun oleh Mclaine Pont dalam tiga buah peta rekonstruksi, pada 1924. Sesudah tahun-tahun itu, muncul peta rekonstruksi dari Stutterheim, Sketsa Pigeaud dan beberapa ahli ataupun sejarawan. 

Sketsa atau peta rekonstruksi Kotaraja Majapahit yang sudah muncul sejak 1924 hingga kini belum mencapai final. Pertentangan para ahli untuk menentukan posisi Kotaraja Majapahit, utamanya keberadaan Kedaton, masih kerap terjadi. 

Hasil analisis data empiris Situs Kumitir yang dipadukan dengan naskah Negarakertagama, bisa membantu merumuskan ulang interpretasi terkait Kotaraja Majapahit.  Nama Kumitir tersebut ada dalam naskah kuno Negarakertagama. 

Lalu kitab Pararaton juga menyebutkan Kumeper sebagai nama daerah di Majapahit. Dalam Negarakertagama Pupuh 12 dijelaskan ada istana menjulang ajaib di sisi timur Kotaraja Majapahit, berjejer dengan beberapa Puri atau istana bangsawan lainnya.

Istana yang dimaksud adalah bangunan yang ditemukan di Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. 

Situs Kumitir layak disebut sebagai komplek istana karena dikelilingi dinding kokoh yang memiliki pintu gerbang, serta berada di lahan seluas 6 hektare. 

Dari perpaduan data empiris hasil ekskavasi dengan keterangan Negarakertagama, Situs Kumitir kemudian diinterpretasikan sebagai jejak istana Bhre Wengker.