DPRD Jatim Respon Polemik Sound Horeg: Perlu Regulasi yang Komprehensif

- VIVA Jatim/A Toriq A
Surabaya, VIVA Jatim – DPRD Jawa Timur angkat suara terkait polemik keberadaan sound horeg di Jatim yang belakangan kian memanas, terlebih setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi mengeluarkan fatwa haram.
Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Puguh Wiji Pamungkas menyoroti urgensi peran negara dalam merespons persoalan ini secara adil dan proporsional, dengan mempertimbangkan seluruh aspek sosial dan budaya yang melekat di masyarakat.
Menurutnya, asal muasal istilah sound horeg berasal dari wilayah Malang, di mana sistem suara berdaya tinggi ini digunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat seperti karnaval dan pawai.
Namun, dalam praktiknya, lanjut politisi PKS ini, banyak acara diiringi dengan aksi-aksi yang dinilai tidak pantas ditampilkan di ruang publik.
“Sound horeg ini sering kali diiringi jogetan laki-laki dan perempuan yang tidak mencerminkan norma kesusilaan. Apalagi jika dipertontonkan di jalan umum dan ditonton anak-anak, tentu ini sangat mengganggu ketertiban umum,” ujar Puguh, pada Jumat, 18 Juli 2025.
Ia menegaskan, kebebasan berekspresi harus diimbangi dengan tanggung jawab sosial serta kesadaran terhadap norma dan nilai yang berlaku di tengah masyarakat.
“Ketika sound horeg digunakan berlebihan, bahkan hingga merusak fasilitas umum, mempertontonkan tarian erotis, dan memicu keributan, maka wajar jika MUI mengeluarkan fatwa haram. Ini mencerminkan keresahan mayoritas masyarakat,” terangnya.