Dinkes Surabaya Umumkan Hasil Lab Makanan Pemicu Keracunan Massal Warga Kalilom

Korban keracunan massal daging kurban di Surabaya dirawat.
Sumber :
  • Nur Faishal/Viva Jatim

Gejala yang ditimbulkan pada kasus keracunan ini, imbuh Nanik, yakni Diare sebanyak 20,80 persen, panas sebanyak 17,20 persen, pusing sebanyak 17,20 persen, mual sebanyak 16,00 persen, lemas sebanyak 15,20 persen, dan muntah sebanyak 13,20 persen. “Gejala-gejala tersebut merupakan beberapa gejala yang mengindikasikan seseorang terinfeksi bakteri Salmonella sp,” imbuhnya.

Pada upaya pencegahan yang dapat dilakukan, Nanik menerangkan, untuk bahan pangan yang berasal dari olahan makanan dari hewan kurban, proses penyembelihan harus dipastikan telah dilakukan secara higienis. 

Mengingat daging mempunyai kandungan protein dan mudah membusuk sehingga harus segera didistribusikan dan tidak lebih dari 2 jam, serta diolah atau disimpan di kulkas untuk mempertahankan kualitasnya. Namun jika masih akan disimpan, daging tidak perlu dicuci.

 

“Antara daging sapi dan kambing berbeda waktu penanganannya. Daging kambing lebih mudah rusak dibandingkan dengan daging sapi. Kambing dengan kandungan protein lebih tinggi bisa bertahan kurang dari 6 jam dalam suhu ruangan, sehingga jika lebih dari 6 hingga 10 jam maka daging cenderung sudah rusak. Sehingga daging sapi dan kambing tidak boleh dicampur,” terangnya.

Ia berpesan agar masyarakat memastikan sebelumnya bahwa semua bahan pangan yang akan dikonsumsi telah dicuci bersih, higienis dan diolah/dimasak dengan baik dan benar-benar matang. Seperti dimasak pada suhu lebih dari 70 derajat celcius.

“Selanjutnya memastikan peralatan masak yang digunakan bersih dan tidak berkarat. Serta, menjaga kebersihan makanan yang akan dikonsumsi, mencuci tangan sebelum makan, dan jangan menyantap makanan yang sudah berbau tidak sedap, berlendir, atau berjamur,” ujarnya.