Bakal Gulung Tikar, Begini Sejarah Jembatan Merah Plaza Surabaya
- Viva Jatim/M Dofir
Pada tahun 2002, JMP diperluas lagi sehingga keberadaannya sebagai pusat perbelanjaan grosir tekstil serta fashion murah makin dikenal luas masyarakat Surabaya dan sekitarnya.
Bentuk bangunan JMP didesain PT Arsitra Sarwagata bekerjasama dengan arsitek asing. Mengusung gaya paska moderen, gedung seluas 83 ribu meter persegi itu nampak menyatu dengan bangunan di sekitarnya yang kental nuansa kolonial Belanda.
JMP menawarkan berbagai produk lokal yang biasanya dicari masyarakat. Mulai dari pakaian, aksesori, elektronik, hingga barang lain dengan harga grosir. Tentu tempat ini terkenal karena telah menjadi rumah bagi banyak pedagang yang menawarkan produk beragam.
Bila dirunut ke belakang, sejak perjanjian Pakubuwono II dari Mataram dengan VOC pada 11 November 1743, Jembatan Merah memang menjadi kawasan komersial dan satu-satunya jalan yang dikunjungi. Oleh karenanya pembangunan Jembatan Merah Plaza menjadi faktor utama para pedagang memilih untuk menjual barang dagangannya di Jalan Jembatan Merah Surabaya.
Pengembangan pusat perbelanjaan Jembatan Merah Plaza dimulai sejak tahun 1991, dalam rangka menata kembali kawasan bersejarah jembatan merah yang populer sebagai lokasi dibunuhnya Brigadir Inggris A.W.B Mallaby.
Proyek pembangunan JMP yang awalnya diberi sebutan CBD I ini, sempat dikhawatirkan terjegal sengketa ganti rugi usaha antara Pelindo III selaku pemilik gudang melawan sembilan pengusaha yang telah menempati gudang tersebut.
Namun akhirnya, pada awal November 1992 Pengadilan Negeri Surabaya mempersilahkan Pemerintah Kota Surabaya memproses Izin Mendirikan Bangunan (IMB) proyek milik Lamicitra Nusantara. Kendati demikian, pemancangan pertama proses pembangunan gedung sempat mundur karena Pemkot Surabaya terkesan ragu dalam menerbitkan izin.