Anjani Lestarikan Budaya Lewat Batik Banteng Agung

Anjani Sekar Arum
Sumber :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Malang, VIVA Jatim – Jiwa seniman tumbuh dari perempuan asal Kota Batu Jawa Timur. Pasalnya, sang merupakan pegiat dan penggerak Kesenian Bantengan, sebuah tarian dengan menggunakan alat peraga mirip banteng dan tarian seperti banteng.

Teruskan Sang Bapak, Begini Cerita Agung Triono Hapus Perusakan Ekosistem Laut Lenggoksono

Adalah Anjani Sekar Arum. Ayahnya yang saat ini sukses menekuni batik dengan motif 'Banteng Agung'. Ia menangkap peluang dengan memadukan potensi dan budaya lokal serta di 2014 kala itu masih minim sekali pembatik-pembatik asli Kota Apel.

"Batik Banteng Agung mengambil tema kebudayaan Jawa Timur yang memang sejak tahun 2008 sudah trend di Kota Batu. Bahkan masyarakat hampir 60 persen mereka sebagai pelaku Kesenian Budaya Bantengan," terang Anjani Sekar Arum kepada VIVA Jatim beberapa waktu yang lalu.

Lagi Naik Daun, Minuman Susu Kelapa Ellenka Barista Series Hadir Pertama di Indonesia

Dunia kesenian adalah panggilan jiwanya. Di bangku kuliah memutuskan mengambil S1 Jurusan Seni Rupa khususnya Kriya Batik. 

Ketertarikan dan hobinya melukis ia salurkan melalui sebuah karya di penghujung masa kuluah. Alhasil, tercetuslah hasil karya penciptaan motif Batik Bantengan.

Peduli Pendidikan Anak Kurang Mampu, Farid Inisiasi Sayur untuk Sekolah

"Sampai akhirnya disahkan oleh Walikota menjadi motif batiknya khas Kota Batu. Itu motifnya batik kita itu motifnya Batik Banteng Agung," jelasnya.

Alumnus Universitas Negeri Malang (UM) ini menerangkan tantangan Batik Bantengan kita jadikan sebagai motif ciri khas Kota Batu. Untuk pemasaran batik, yang ia lakukan masih dalam tahap pengenalan motif, walaupun sudah berdiri sejak 2014.

Awal-awal hanya segelintir masyarakat yang tahu makna motif batik, sehingga batiknya masih enggan dan belum berani untuk menjual via online.

Lebih lanjut, apabila berjualan online, Anjani menuturkan hanya berupa produk turunan dari batik, seperti baju yang kita kombinasi antara batik dengan jeans.

"Jadi bukan murni dari batiknya sendiri kenapa? karena kita baru menghack patenkan 3 tahun yang lalu dan motif kita masih dibilang di Indonesia yang hanya kita saja yang punya," ujarnya.

Sehingga lebih banyak ia melakukan pemasaran secara offline melalui kegiatan kegiatan pameran yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta.

Pun juga Anjani memiliki galeri batik serta wisata edukasi tentang batik, sekaligus memperkenalkan motif batik yang sudah ia ciptakan.

Ditanya perihal tantangan awal-awal, ia masih kesulitan dalam memperkenalkan ke warga dan memberikan ilmu baru kepada masyarakat yang melihat.

Sebab, masyarakat sudah terframing dan memberi kesan image dari Batik Banteng, di masa-masa politik seperti tahun ini akan sama seperti di saat awal menciptakan motif tersebut.

"Karena prespektif orang banteng itu adalah salah satu motif dari partai. Nah banyak orang yang tidak mau membeli saat itu karena apa wah ini berkaitan dengan partai kayak gitu," ulasnya.

Sehingga, ia harus memberikan pencerahan serta memberikan wawasan ke masyarakat bahwa batik batang ini adalah budaya. Kemudian Anjani lestarikan ke dalam sebuah lembaran kain batik. 

Batik Banteng Agung

Photo :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Kesan Bertahun-tahun Lestarikan Budaya hingga Jadi Pebisnis

Perempuan yang sudah sembilan tahun lebih menggeluti Batik Banteng ini mengaku selama perjalanan yang panjang, ia mengatakan bukan seorang pebisnis. Bukan tidak ada inisiatif untuk membuka usaha, istilah yang ia gunakan, membuat batik adalah sebuah karya tidak lebih.

Selanjutnya, Anjani dituntut konsumen dengan banyak yang minat dengan karya batik. Sehingga akhirnya merubah mindset dari yang membuat karya dengan ego. Anjani sendiri menjadi seniman yang menciptakan satu karya saja, tidak untuk diproduksi secara berulang-ulang.

Kemudian ia berbenah menjadi seorang pembisnis, entrepeuner. Baginya, sampai detik ini pun masih belajar. Masih meraba-raba dunia usaha, walaupun usaha yang telah terbangun sudah besar, tetapi ya masih tetap bersikukuh dengan apa kebiasaan dalam membuat karya.

"Dulu cukup untuk di ciptakan dipamerkan begitu. Tidak untuk dijualbelikan. Jadi memang tantangan-tantangan yang seperti itu yang membuat kami harus merubah mindset yang pertama," akuinya.

Tantangan selanjutnya, dirinya mengaku awal Kota Batu bukan sebagai Kota Batik, sehingga mencari perajin batik sangat susah. Lalu, ia mengajari ke masyarakat untuk bisa menjadi perajin secara mandiri. 

Lantas, Anjani benar-benar dari nol, tidak sekadar mencomot pengrajin dari daerah Pekalongan atau Madura untuk memenuhi kebutuhan pembatik. Akhirnya jerih payahnya membuahkan pembatik-pembatik Kota Batu.

"Benar-benar masyarakat Kota Batu yang kita berdayakan, total ada 42 orang karyawan. Dari Malang Raya ada yang memproduksi batik, mencanting atau pembatik ada 28. Sisanya mereka di produk turunannya. Ada yang menjahit baju, menjahit tas dan memproduksi sepatu," ulasnya.

Ditanya omzet, Batik Bantengan yang ia geluti masih di kisaran antara Rp 60 juta sampai Rp 90 juta perbulan. Sementara jika di akhir tahun seperti ini, bisa sampai Rp 150 juta juga. 

Dengan puluhan karyawan, ia bisa memproduksi batik tulis di angka 200-an. Sedangkan batik cap bisa sampai ribuan pcs memproduksi dalam satu bulan.

Tak hanya terpaku pada kain batik, Anjani berkontemplasi dari batik tersebut menambah produksi menjadi dijadikan produk turunan. Mulai seperti tas, sepatu, baju trendy dengan perpaduan Batik Bantengan.

"Sementara untuk pesanan sendiri pemasaran masih banyak di daerah Jakarta Surabaya dan kota-kota besar lainnya," imbuhnya.

Ditanya perihal optimisme di tahun mendatang, ia mengaku karena pascapandemi banyak sekali perubahan-perubahan yang tadi batik itu sangat mudah dipasarkan. Sekarang orang lebih mencari produk yang langsung dipakai.

Dari situ, ia mengakui di 2024 pascapandemi mencoba memberikan perubahan warna yang di galeri miliknya. Salah satu cara yaitu Anjani berkolaborasi dengan para desainer-desainer Malang Raya.

Tujuan dari kolaborasi ini untuk menjadikan produk Batik Bantengan sebagai produk yang memang bisa dipasarkan di seluruh dunia dengan berupa produk jadi yang siap pakai.

"Kalau hanya berupa kain itu menjadi PR besar kepada mereka yang mungkin di luar negeri. Dijadikan apa dan di harus diolah jadi apa di negara mereka. Insyaallah kolaborasi itu menjadikan produk baru dari galeri batik Anjani kita pasarkan go internasional," harapnya.

Dirinya bersyukur di tahun 2017 mendapatkan apresiasi dari PT Astra Internasional. Bukan karena ia mensubmit, akan tetapi ada orang mendaftarkan dirinya. Dari sini ia mengaku  memang murni pure untuk masyarakat, dampak untuk masyarakat cukup terasa bagi perkembangan pelestarian budaya.

Tak hanya itu, produk karya yang telah ia buat bersama patner menjadi banyak yang melihat. Termasuk dari media ikut memberitakan dan sehingga bisa dipantau oleh seluruh orang dimanapun berada.

"Ditambah juga pelestarian budaya, kita semakin dikenal oleh masyarakat tidak hanya di Kota Batu, melainkan nasional. Berdasarkan dengan berita-berita yang memang berkaitan dengan program saya buat dan juga beberapa program yang berkolaborasi dengan Astra," tandasnya.