Watu Dodol di Banyuwangi Menyimpan Kisah Penuh Misteri

Watu Dodol di Banyuwangi
Sumber :
  • Istimewa

Jatim – Bila berkunjung ke ujung timur pulau Jawa, anda akan menjumpai sebuah batu besar yang berdiri kokoh di tengah jalan. Masyarakat Banyuwangi menyebutnya dengan Watu Dodol. Berlokasi di pintu masuk ke Kabupaten Banyuwangi dari Kabupaten Situbondo.  

Menteri Tito Karnavian Ungkap Alasan Gibran Tak Hadiri Hari Otoda di Surabaya

Batu besar setinggi 6 meter itu tepat berada di antara kedua ruas jalan raya. Dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, anda hanya perlu melaju sejauh 5 kilometer untuk menyaksikan langsung dengan mata telanjang keberadaan batu ini yang masih berdiri kokoh meski umurnya konon sudah ada sejak masa Kerajaan Blambangan. Tepat di sebelahnya, ada patung penari yang merupakan icon Banyuwangi. 

Terlepas dari tampilan fisik batu besar itu, rupanya Watu Dodol menyimpan kisah penuh misteri. Dilansir dari ceritakita.viva.co.id, konon, sempat beredar informasi di kalangan masyarakat Jawa Timur, bahwa pada masa colonial Jepang di Indonesia, tentara Jepang sempat berusaha memindahkan batu besar itu karena dinilai mengganggu transportasi jalan. 

Skor 97 Persen, PT Smelting Raih Predikat Gold Sertifikasi Sistem Manajemen Pengamanan

Puluhan orang dikerahkan untuk merobohkan dan memotong batu tersebut agar lebih mudah dipindahkan. Namun akhirnya usaha tersebut nihi. Saat hendak dirobohkan dengan menggunakan kapal, Watu Dodol tetap tak bergerak sedikitpun. Justru kapal yang menariknya tenggelam di laut. 

Tak hanya kisah itu, beredar pula cerita bahwa di sana juga terdapat makam dua Putri Sunting, yakni makam sepasang putri kerajaan yang diungsikan kala itu. 

Kampanye Simpatik, Satlantas Polres Gresik Bagikan Coklat ke Pengendara

Adapun asal usul dari Watu Dodol itu, bermula saat Kerajaan Blambangan diperintah oleh Minak Jinggo, sempat terjadi peperangan antara pasukan Blambangan dengan Majapahit. Namun pasukan Blambangan mengalami kekalahan hingga akhirnya berhamburan harus melarikan diri.

Pada saat melarikan diri itulah, salah seorang prajurit Blambangan membawa bekal berupa jadah, atau sejenis dodol (jenang ketan berbentuk lonjong seukuran telapak tangan). Namun saat beristirahat di tepi pantai, bekal yang ia bawa tertinggal. Hingga dodol tersebut pun berubah menjadi batu besar yang berdiri kokoh di tengah ruas jalan dan akhirnya masyarakat menyebutnya Watu Dodol.