Pandangan Anggota Komisi VII DPR Bambang Haryo Soal Polemik Sritex
- Viva Jatim/M Dofir
Walaupun produk tekstil maupun pakaian impor sangat melimpah di pasaran, dan bahkan outlet di Mangga Dua saat itu masih 100 persen beroperasi dan pengunjungnya melimpah, lanjutnya, ini menunjukkan daya beli masyarakat saat itu masih sangat tinggi, karena masyarakat Indonesia mayoritas adalah masyarakat yang konsumtif.
Bahkan, sambungnya, pasar kaget seperti contoh Pasar Senen di Jakarta dan Pasar Minggu Pagi di Jalan Pahlawan Surabaya yang menjual barang bekas dari luar negeri pun, pada saat itu pembelinya melimpah ruah, tetapi saat ini pembelinya sangat menurun tajam.
Dengan kata lain, industri sandang Indonesia yang mengalami penyusutan drastis penjualannya, bukan sepenuhnya akibat dari industri tekstil impor. Tetapi lebih dikarenakan daya beli masyarakat yang menurun tajam.
"Walaupun industri tekstil dalam negeri nantinya di-support dengan insentif-insentif yang sangat besar tetapi tetap saja masyarakat tidak mempunyai daya beli yang cukup untuk membeli tekstil atau pakaian di saat ini," ungkapnya lagi.
Apalagi semua industri sandang dalam negeri, masih membutuhkan bahan baku sebesar 85 persen impor dari Cina.
Di sisi lain, ada keinginan pemerintah untuk menghapus Permendag 8 tahun 2024 terkait pembatasan import padahal industri tekstil di Indonesia sendiri masih membutuhkan bahan baku sebagian besar dari Cina.
"Ya seharusnya pelaku industri tekstil juga bisa menurunkan kebutuhan bahan bakunya yang dari Cina," tandasnya.