Kasasi Ditolak, Mantan Kepala Disperta Kabupaten Mojokerto Dieksekusi Jaksa di Rumahnya

Petugas tiba di rumah terpidana Suliestyawati
Sumber :
  • M. Lutfi Hermansyah/Viva Jatim

JatimKejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto mengeksekusi terpidana korupsi Proyek Irigasi Saluran Air Dangkal Tahun Anggaran 2016, Suliestyawati. Ia sempat mengajukan permohonan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Oleh hakim, kasasinya diputuskan ditolak. 

AKPI Tanggapi Mafia Kepailitan: Kita Tindak Tegas!

Atas putusan tersebut, Mantan Kepala Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Mojokerto itu dijemput tim Intelejen dan Pidsus Kejari Kabupaten Mojokerto pada 14 Februari 2023 di rumahnya. Sebab, Selama proses persidangan hingga putusan hakim Pengandilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada tahun 2022 ia menjadi tahan kota. 

Pantauan dilokasi, petugas tiba di rumah terpidana Suliestyawati yang terletak di Jalan Karimun Jawa Nomor 9, Kelurahan/Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto sekitar pukul 13.30 WIB. Nampak Suliestyawati sudah bersiap menyambut petugas dengan ditemani suaminya. Kemudian, petugas membawanya ke Kantor Kejari Kabupaten Mojokerto. 

2 Motor Adu Banteng di Trowulan Mojokerto, 2 Pengendaranya Sama-sama Tewas

Kepala Kejari Kabupatej Mojokerto, Sulvia Triana Hapsari mengatakan, esekusi dilakukan setelah Bidang Tindak Pidana Khusus menerima salinan putusan Kasasi Nomor :  5754 K/Pid.Sus/2022 tentang perkara korupsi proyek Irigasi Saluran  air dangkal tahun anggaran 2016. Putusan tersebut tertangal 6 Oktober 2022. 

Suliestyawati terbukti bersalah sebagaimana Pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia divonis 3 tahun 6 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. 

2 Bupati Sidoarjo dari PKB Terjerat Korupsi, Cak Imin: Jangan Lagi Jatuh ke Lubang Sama

"Karena terpidana (Suliestyawati) sudah mengajukan kasasi dan kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung," katanya kepada wartawan di kantornya. 

Sulvia menjelaskan, penangan perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, sehingga dieksekusi oleh Kejari Kabupaten Mojokerto. Selain itu, Suliestyawati juga wajib membayar kerugian negara Rp 474 juta.

"Penahanan dilakukan di Lapas Kelas IIB Mojokerto," ujarnya. 

Sementara, Kasipidsus Kejari Kabupaten Mojokerto, Rizky Aditya menambahkan, perempuan yang akrab disapa Sulis itu sempat dilakukan penahanan pada  bulan Oktober 2021 setelah ditetapkan sebagai tersangka. 

Namun, pada sidang perdana tahun 2022 di Pengadilan Tipikor Surabaya Sulis mengajukan permohonan pengalihan penahanan menjadi tahanan kota. 

"Pengalihan penahanan karena yang bersangkutan sakit. Terus dikabulkan oleh majelis hakim. Jadi tahanan kota mulai Februari 2022," jelasnya. 

Selama menjadi tahanan kota, Sulis mengikuti proses persidangan secara daring dan wajib lapor seminggu dua kali. 

"Beliau selalu datang walaupun kondisinya masih sakit. Saat itu sakit jantung. Sekarang kondisinya sudah baik," ungkap Rizki. 

Menurut Rizky, JPU Kejari Kabupaten Mojokerto yang menemukan kerugian negara sebesar Rp 474 juta akibat penyalahgunaan wewenang. Namun, Di dalam putusan Majelis Hakim Pengandilan Tipikor Surabaya Kerugian negaranya hilang. 

"Ada penyalahgunaan wewenang. Sebenarnya dari kita sudah ada kerugian negara, tapi hakim punya pendapat lain terhadap itu (kerugian negara senilai Rp 474 juta)," pungkasnya. 

Untuk diketahui, Sulis terjerat kasus korupsi Proyek Irigasi Saluran Air Dangkal Tahun Anggaran 2016. Proyek tersebut dibagi menjadi lima paket pekerjaan dengan pagu anggaran sebesar total Rp 4,3 miliar.

Lima paket pekerjaan itu tersebar di 38 titik di 10 kecamatan. Setiap titik pembangunan menelan anggaran bervariasi dengan nilai paling besar Rp 110 juta. Namun Tiga perusahaan muncul sebagai pemenang tender 38 paket pekerjaan dengan nilai kontrak sebesar total  Rp 3,7 miliar. 

Ketiga perusahaan yakni CV Koloni Jaya mendapat 3 paket pekerjaan, CV Dirga Perkasa dan CV Azka Karya Globalindo masing-masing 1 paket pekerjaan.

Dalam penyelidikan, kejaksaan menemukan indikasi pengurangan volume pekerjaan. Di mana pemenang tender atau pelaksana proyek hanya menyelesaikan sekitar 68,57 persen dari nilai kontrak.

Volume pekerjaan yang terselesaikan itu hanya menyerap biaya sekitar Rp 2,8 miliar. Di luar biaya itu, kejaksaan menemukan kebocoran anggaran sebesar Rp 474.867.674,13 yang tidak sesuai peruntukan dan prosedur.